Bahkan ia mempertanyakan, soal pengembalian yang dilakukan oleh pihak ketiga ke Bank BPRS.
“Apakah pengembalian tersebut dikenakan denda atau tidak,” timpalnya.
Semua kontrak proyek memiliki jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan progres pengerjaan.
“Karena pekerjaan yang sudah selesai aja tapi laporannya terlambat, itupun dikenakan denda. Apalagi ini proyek fiktif. Ini tidak bisa dilakukan pembiaran harus ditindak serius rekanan atau kontraktor nakal,” sebutnya.
Untuk itu, DPRD mendesak kepada pemkot dalam hal ini Wali Kota Ternate, agar mengevaluasi kontraktor dan perusahaan yang “nakal”.
“Bila perlu blacklist perusahaan-perusahaan itu,” tukasnya.
Sebelumnya, Dinas PUPR Kota Ternate diduga telah mencairkan anggaran proyek 100 persen dengan nilai Rp130 juta. Anggaran tersebut melekat pada APBD 2022.
Berdasarkan penelusaran media ini, di website LPSE terdapat pengadaan proyek dengan nomenklatur peningkatan jalan tanah ke aspal, di RT 14 RW 007 Kelurahan Jati, Kecamatan Ternate Selatan, Maluku Utara. (*)