JAKARTA – Pekan lalu, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengembangan Wilayah dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Provinsi Maluku Utara.
Mengutip ditjenbinaadwil.kemendagri.go.id, Rakor yang dilaksanakan secara virtual itu membicarakan beberapa langkah strategis mengenai pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara.
“Tapi secara khusus, sesuai mandat Presiden Joko Widodo, Rakor itu membahas mengenai Sofifi sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara yang telah tertunda selama 22 ini,” kata Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian langsung bergerak cepat menindaklanjuti mandat Presiden yang disampaikan Luhut tersebut.
“April lalu di kantor Gubernur Maluku Utara di Sofifi, telah dibahas tentang Pengelolaan Kawasan Khusus Ibukota Provinsi Maluku Utara,” kata Mendagri Tito Karnavian.
Di bulan yang sama, kata mantan Kapolri itu, pihaknya telah menandatangani Berita Acara Kesepakatan, tentang Skenario Rencana Pembangunan, Rancangan Master Plan, dan Rancangan Peraturan Pemerintah Kawasan Khusus Ibukota Provinsi Maluku Utara di Hotel Aryaduta, Jakarta.
“Pada pertemuan itu, saya memaparkan perihal permasalahan pokok yang menghambat eksekusi program pembangunan di Sofifi,” katanya.
Antara lain soal yang menghambat itu, jelas Mendagri, karena tidak adanya kepastian permasalahan administrasi pemerintahan. Padahal, Maluku Utara sudah yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999,tanggal 4 Oktober 1999 menjadi provinsi, lepas dari Provinsi Maluku.
“Nah, di dalam undang-undang itu, Sofifi sebagai Ibukota provinsi Maluku Utara. Sofifi ini sebagai jalan tengah, yang ditetapkan menjadi Ibukota diantara Ternate dan Tidore,” jelas Mendagri.
Tetapi, kata Tito Karnavian, pihaknya sangat prohatin karena setelah bertahun-tahun berdirinya Provinsi Maluku Utara, Sofifi sebagai ibu kotanya tidak terurus seperti yang direncanakan sebelumnya.
“Yah memang sangat miris,” ujar Tito.
Meski pembangunan infrastruktur pernah dilakukan di Sofifi seperti pembangunan kantor gubernur, kantor pengadilan, korem, hingga perumahan, namun hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Keberadaan ASN pun kurang maksimal melaksanakan tugasnya di Sofifi, karena masih berdomisili di Kota Ternate dan Tidore.
“Maka, penanganan Sofifi itu membutuhkan langkah-langkah strategis yang segera dieksekusi. Salah satunya menjadikan Sofifi sebagai Kawasan Khusus Ibukota Provinsi Maluku Utara,” jelas Mendagri Tito Karnavian.
Menurut Mendagri, langkah itu telah didiskusikan bersama beberapa ahli, staf Kemendagri, Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, Wali Kota Tidore Kepulauan dan Bupati Halmahera Barat (karena sebagian wilayah Sofifi ada di wilayahnya).
“Draft dasar hukum Pembentukan Kawasan Khusus tersebut telah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk selanjutnya diterbitkan sebagai Peraturan Pemerintah,” jelasnya.
Mendagri bilang, Peraturan Pemerintah itu akan menjadi dasar hukum Pembentukan Kawasan Khusus Ibukota Sofifi, yang meliputi sebagian Kecamatan di Wilayah Kota Tidore Kepulauan yang terletak di pulau besar, dan sebagian Kecamatan di Halmahera Barat.
Jika Sofifi telah menjadi Kawasan Khusus, otomatis para ASN yang bekerja di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku Utara, sudah harus berdomisili di Sofifi dan sekitarnya. Tidak ada lagi yang tinggal di Kota Ternate atau Tidore, karena itu akan menghambat kinerja mereka sehingga pekerjaan melayani masyarakat menjadi tidak optimal.*