Sementara itu, salah seorang pegiat budaya Ternate, Rustam Alting yang juga salah satu Lurah di Kota Ternate, ikut menyayangkan perihal tersebut.
“Apapun alasannya suasana STQ wajib berbusana muslim, bukan pakaian ketat, kecuali mau tidur,” cetusnya.
Ia juga menyayangkan, setiap tarian penjemputan para kafilah dan tamu di Bandara Sultan Baabullah, selalu menonjolkan pakaian tarian modern dan bukan pakaian adat.
“Saya sebagai pegiat budaya sangat miris liat pelaksanaan STQ, salah satunya setiap tarian penyambutan tamu di Bandara, tidak dominan memakai pakai adat salah satu daerah di Maluku Utara, agar bisa perkenalkan ragam budaya yang ada di daerah ini kepada provinsi di Nusantara, karena sebagaian besar dominan pakaian melayu dan bulu ayam yang minim makna dan filosofi,” ujar Rustam kepada malut.kaidah.id, Jumat, 15 Oktober 2021.
Asghar Saleh menyatakan melalui statusnya di Facebook: “Sudah terlanjur viral dan jadi aib bersama. Ini kerja panitia, bukan orang per orang. So, lakukan evaluasi serius, mengakui kesalahan, tak perlu mencari kambing hitam, apalagi saling menyalahkan. Berani bertanggung jawab dan minta maaf secara terbuka,”
Salah seorang panitia, Tamhid Abubakar, mengatakan, memang ada tim yang melayani penjemputan tamu di venue. Tim yang dibentuk itu akan mendampingi sebagai penjemput ketika tamu datang di setiap venue di Sofifi, baik pembukaan, penutupan dan saat lomba.
“Anak anak itu hanya mengikuti maunya perancang. Nanti kami coba memberi masukan kepada teman-teman yang bertanggung jawab soal ini,” katanya.
Dia meminta semua dapat menyikapi dengan kepala dingin, dan berjanji dalam waktu singkat harus secepatnya diperbaiki setiap penampilan, adab dan tata busana.
“Semoga bisa secepatnya dievaluasi, mohon bijak dalam segala hal dan semoga STQH Nasional berjalan sukses berjamaah,” katanya. *


Tinggalkan Balasan