Zulkifli Hasan diketahui mewajibkan para anggota DPRD Fraksi PAN di seluruh Indonesia, untuk menyetor uang ke DPP dengan alasan sebagai uang saksi.
Uang yang dipatok DPP itu sebesar 20 persen dari gaji setiap anggota DPRD Fraksi PAN se-Indonesia. Kalau misalnya gaji anggota dewan sebesar Rp60 sampai dengan Rp80 juta per bulan, maka DPP mendapatkan “jatah” sebesar Rp12 sampai dengan Rp16 juta per orang di setiap bulannya.
“Itu semacam uang tabungan katanya. Jadi anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota diminta 20 persen setiap bulan dari gaji masing-masing,” ungkap Rifai.
Menurutnya, Zulhas hanya memeras para kader dan tidak mengindahkan kemauan kader yang ada di wilayah.
Dia lantas membandingkan kepemimpinan Zulhas dan sebelumnya, yakni Hatta Rajasa. Di mana saat Hatta memimpin, tidak pernah meminta sepeser uang pun pada pengurus atau kader PAN.
“Malah dulu waktu Pak Hatta Rajasa kita ada bantuan ambulans, uang saksi juga dari uang pribadinya. Bukan uang kader-kader. Ini berarti melemahkan kekuatan partai di daerah,” urainya dengan nada kesal.
“Pokoknya di era kepemimpinan Zulkifli ini, banyak memungut duit (uang) dan itu adalah salah satu sifat tidak baiknya seorang pemimpin,” ujarnya.
Selain itu, ia pula mempertanyakan elektabilitas Nita Budi Susanti yang sengaja diusung DPP pada Pemilu 2024. Kehadiran Nita, lanjut dia, hanya lantaran suami Nita adalah Waketum DPP PAN, yakni Viva Yoga Mauladi.