REKOMENDASI PARTAI, atau yang karib di kuping kita dengan nama B.1-KWK, menjadi perburuan yang sangat ketat, bagi para bakal calon kepala daerah menjelang Pilkada Serentak 2024.
Para bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, saat ini sedang berada di Jakarta. Mereka sibuk berburu rekomendasi partai, karena menjadi persyaratan Utama, untuk mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari jalur partai.
Tetapi, perjalanan mendapatkan rekomendasi partai bukanlah perkara gampang. Tak semudah membicarakannya di warung-warung kopi. Tak seindah yang dibicarakan di group-group WhatsApp. Tak semanis yang dibayangkan. Pokoknya tak semudah itu ferguso.
Mendapatkan rekomendasi partai, tak hanya sekadar bisa berfoto bersama dengan ketua, sekjen atau petinggi dan pengurus partai kemudian dikirim ke WhatsApp Group dan media sosial, kemudian diolah menjadi berita di media online. Semuanya harus dengan ‘lampiran’.
Saya mengistilahkan, tak hanya bermodalkan air liur. Tak cuma mengandalkan pertemanan dengan ketua, sekjen atau pimpinan partai lainnya. Mungkin itu menjadi satu nilai tambah, tapi tidak serta-merta.
Semua partai saat ini transaksional. Tak ada rekomendasi yang gratis. Semuanya harus bermahar, meskipun dengan sebutan yang berbeda. Ada yang menyebutnya dengan biaya saksi, biaya operasional partai, dan segala rupa nama lainnya. Semunya harus dengan duit.
Ada partai besar yang memasang tarif Rp16 miliar, untuk satu rekomendasi bagi bakal calon pasangan gubernur dan wakil gubernur. Tak ada rekomendasi yang bernilai ratusan juta rupiah.