Secara sosiologis, ada yang tak beres dalam relasi sosial kita selama ini di masyarakat. Pola pembinaan pada level keluarga pun mengalami kerapuhan yang diimbangi, dengan struktur sosial yang juga mengalami keretakan.
“Perhatikan bagaimana interaksi kita di sosial media, caci maki merupakan hal biasa dilakukan. Lalu dalam dunia realitas kita, kekerasan, konflik kepentingan, dan kekerasan seksual kerap terjadi dan tanpa penyelesaian. Semua ini memberi konteks dan menabalkan kehidupan remaja kita saat ini,” ujarnya.
Bila dicermati dalam mikrososiologi, ini dikenal dengan teori interaksi untuk menjelaskan penyimpangan ini. Salah satunya teori asosiasi diferensial, dicetuskan Edwin Sutherland, teori ini bersumber pada pergaulan yang berbeda, dimana penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (Cultural Transmission).
Melalui proses belajar inilah, kata dia, seseeorang mempelajari suatu deviant subculture atau suatu sub kebudayaan menyimpang, seperti kumpul kebo, mabuk, isap sabu, dan ini merupakan contoh indikatifnya.
Menurutnya, persoalan remaja ini tentu tak harus diselesaikan secara struktural semata, seperti ditangkap, dibina, lalu dibiarkan lagi, tanpa dianalisis secara serius apa dan bagaimana akar masalah ini dihentikan. Sebab, akar persoalan secara sosial budaya juga harus dicermati secara jeli.
“Karena ini berkaitan dengan dimensi penting bagi kelangsungan masa depan generasi, maka keterlibatan semua pihak penting dilakukan. Termasuk pemilik hotel atau penginapan perlu diberikan sanksi pencabutan ijin operasional, agar memberi dampak bagi remaja yang menggunakannya secara tidak proporsional,” tegasnya.
Hal yang paling penting dan mendasar adalah penguatan nilai-nilai moral dan agama di tingkat keluarga, adalah sesuatu yang mendesak untuk didorong, termasuk memberikan efek jera jangka panjang bagi remaja tersebut.(*)