TIDORE, KAIDAH MALUT – Dugaan konspirasi adanya bagi-bagi jatah pokir di DPRD Tidore Kepulauan, Maluku Utara, semakin menguat. Di tahun ini, alokasi pokir sebesar Rp31 miliar, namun tak semua anggota kebagian jatah.
Berdasarkan data yang dihimpun media ini, sebanyak 12 anggota banggar dapat pokir senilai Rp1,5 miliar, sementara 13 anggota di luar banggar senilai Rp1 miliar.
Namun, yang terjadi di lapangan justru hanya 12 anggota termasuk unsur pimpunan yang menikmati pokir. Akibatnya, internal DPRD pecah kongsi. Sedangkan
“Pokir inikan hanya sebagian anggota saja yang menikmati, mereka itu kurang lebih 12 orang, jadi tidak semua anggota menikmati hasil pokir itu,” ungkap salah satu sumber yang enggan namanya disebutkan.
Bahkan, kata dia, jatah pokir yang dibagi-bagi berupa uang dan kegiatan. Jika ada proyek yang diusulkan anggota, maka sudah tentu ada fee dari proyek tersebut.
Ia juga bilang, tiga pimpinan DPRD dapat keuntungan lebih besar dibandingkan anggota lainnya.
“Jika dibandingkan itu diibaratnya seperti langit dan jalan aspal,” sentilnya.
“Kalau keuntungan dalam bentuk uang itu sudah pasti, karena ada fee yang disepakati, lagipula tidak mungkin orang yang hidup di atas air namun tidak basah,” sambungnya.
Hal senada juga disampaikan sumber lainnya. Menurutnya, Di usulan pokir DPRD tidak ada masalah, karena sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hanya saja, realisasi dari pokir itu harus tepat sasaran, sehingga masyarakat yang membutuhkan benar-benar mendapatkan bantuan atau sentuhan dari usulan tersebut.
“Setelah masalah pokir ini diberitakan, kami langsung melakukan rapat dan membahas terkait DPRD yang terkesan menutupi data pokir. Jadi terkait informasi ini, kami hanya menunggu pimpinan berkomentar di media, setelah itu baru kami dari masing-masing anggota angkat bicara,” tuturnya sembari meminta namanya enggan disebutkan.
Ia sendiri merupakan salah satu anggota dewan yang tak menikmati hasil dari pokir tersebut. Padahal, usulannya sudah ditetapkan melalui Aanggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau bisa, diwawancarai pimpinan terlebih dahulu, jika pimpinan sudah berkomentar maka kami sebagai anggota akan bongkar semuanya, karena itu menjadi kesepakatan kami waktu rapat,” bebernya.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan Abdurrahman Arsyad mengaku, tidak mengetahui jika anggota lainnya tidak mendapatkan pokir. Ia juga mengaku tak tahu menahu soal fee proyek. Sebab, kata Abdurrahman, bentuk program pokir diatur oleh eksekutif dalam hal ini Sekretaris Daerah Kota Tidore Kepulauan, Ismail Dukumalamo.
“Soal pokir ini, nanti coba ditanyakan ke pak sekda, karena usulan itu jauh sebelum pembahasan KUA-PPAS, sehingga mereka yang lebih tahu,” ungkapnya.
Sementara terkait rapat dadakan, Abdurrahman menyebut itu hanya rapat soal Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN). (*)

Tinggalkan Balasan