“Setelah masalah pokir ini diberitakan, kami langsung melakukan rapat dan membahas terkait DPRD yang terkesan menutupi data pokir. Jadi terkait informasi ini, kami hanya menunggu pimpinan berkomentar di media, setelah itu baru kami dari masing-masing anggota angkat bicara,” tuturnya sembari meminta namanya enggan disebutkan.
Ia sendiri merupakan salah satu anggota dewan yang tak menikmati hasil dari pokir tersebut. Padahal, usulannya sudah ditetapkan melalui Aanggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau bisa, diwawancarai pimpinan terlebih dahulu, jika pimpinan sudah berkomentar maka kami sebagai anggota akan bongkar semuanya, karena itu menjadi kesepakatan kami waktu rapat,” bebernya.
Terpisah, Ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan Abdurrahman Arsyad mengaku, tidak mengetahui jika anggota lainnya tidak mendapatkan pokir. Ia juga mengaku tak tahu menahu soal fee proyek. Sebab, kata Abdurrahman, bentuk program pokir diatur oleh eksekutif dalam hal ini Sekretaris Daerah Kota Tidore Kepulauan, Ismail Dukumalamo.
“Soal pokir ini, nanti coba ditanyakan ke pak sekda, karena usulan itu jauh sebelum pembahasan KUA-PPAS, sehingga mereka yang lebih tahu,” ungkapnya.
Sementara terkait rapat dadakan, Abdurrahman menyebut itu hanya rapat soal Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN). (*)