TIDORE, KAIDAH MALUT – Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Muhammad Sinen menanggapi polemik pokok pikiran (pokir) DPRD Kota Tidore Kepulauan, senilai Rp31 miliar yang terkesan ditutupi.
Menurutnya, DPRD harus konsisten terkait dengan mekanisme pengusulan pokir, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Permendagri tersebut, jelas mengisyaratkan bahwa pokir DPRD itu harus disesuaikan dengan sasaran dan tema pembangunan tahun berkenaan, agar program tersebut bisa selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang merupakan turunan dari visi misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan.
“Pokir ini memang diatur dalam aturan, namun bukan berarti DPRD semena-mena mengusulkan kegiatan semau mereka,” jelas Wawali, Kamis, 18 Januari 2024.
Wawali menjelaskan, pemda melalui Bapelitbangda menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dalam rangka pencapaian target indikator sasaran yang ada di dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
RKPD itu disusun berdasarkan tiga usulan, yakni hasil musrenbang kelurahan/desa, yang prosesnya naik ke tingkat kecamatan sampai tingkat kota.
Kedua, melalui Rencana Kerja (Renja) OPD kemudian yang ketiga adalah pokir DPRD.
“Di dalam pasal 78 dan 178 Permendagri 86 Tahun 2017, mengisyaratkan satu minggu sebelum dilakukan pelaksanaan M
musrenbang RKPD, DPRD sudah harus menyampaikan dokumen pokir ke kepala daerah melalui Bapelitbangda, penyerahan dokumen ini juga harus disampaikan secara tertulis yang ditandatangani oleh pimpinan DPRD,” terang dia.
Setelah Bapelitbangda, kemudian dibahas untuk disinkronkan dengan perencanaan tahun berkenaan, guna diselaraskan dengan tema pembangunan yang mengacu pada RPJMD Kota.
Pembahasan pokir DPRD ini, akan diverifikasi oleh Bappelitbangda. Jika pokir tersebut tidak sesuai dengan tema pembangunan, maka pokir itu tidak bisa diakomodir dalam dokumen perencanaan.
“Dalam ketentuan pokir yang diusulkan DPRD melalui aplikasi SIPD, nanti akan diproses oleh Bappelitbangda untuk diteruskan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Sementara (KUA-PPAS),.maupun dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD),” paparnya.
Wawali bilang, DPRD tidak boleh mematok anggaran dalam mengusulkan program, apabila DPRD melakukan reses atau kunjungan kerja di konstituennya kemudian menemukan masalah seperti banjir atau rawan abrasi sehingga perlu diatasi, maka DPRD hanya sebatas menyampaikan permasalahan yang ditemui melalui aplikasi SIPD.
Dari situ, instansi teknis seperti Dinas PUPR yang kemudian turun melakukan pengecekan di lapangan, untuk melihat permasalahan yang ada, sekaligus membuat penghitungan volume dan besaran anggaran yang dibutuhkan.
“Jadi yang menentukan anggaran untuk program atau kegiatan yang diusulkan DPRD melalui pokir, itu dari dinas terkait bukan DPRD,” ucap politisi PDI Perjuangan itu.
Ke depannya, DPRD sudah harus fokus menyesuikan hasil reses dengan hasil musrenbang di tingkat kelurahan, agar apa yang menjadi usulan masyarakat melalui musrenbang, tidak lagi diabaikan.
DPRD juga harus fokus mengawal visi misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota. melalui dokumen RPJMD yang telah disepakati secara bersama antara DPRD dan pemda.
“Dengan begitu selama lima tahun memimpin, visi misi pemerintah daerah bisa terwujud dan dapat mencapai target yang ditentukan,” tukasnya. (*)

Tinggalkan Balasan