“Usulan pokir ini disampaikan bersamaan dengan pelaksanaan musrenbang tingkat kecamatan sampai pada tingkat kota, karena musrenbang itu merupakan embrio dari KUA-PPAS, selanjutnya tinggal dari pemerintah daerah yang mengakomodir,” tandasnya.
Hal ini tentu kontras dengan imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Satgas Korsup) KPK RI, Wilayah V Dian Patria terkait pencegahan korupsi melalui konspirasi penyusunan APBD lewat pokir.
Di mana, kata Dian, pokir DPRD seharusnya dilakukan penyesuaian yang selaras dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Pokir juga harus dipandang dalam bentuk program, bukan dalam konteks rupiah, misalnya jatahnya Ketua DPRD Tidore capai Rp1 miliar sedangkan anggotanya hanya kebagian Rp500 Juta. Ini artinya bentuk konspirasi dalam penyusunan APBD yang bisa saja berpotensi korupsi.
Pokir tidak wajib dimasukkan dalam penyusunan APBD. Pokir juga harus disampaikan satu minggu sebelum musrenbang. (*)