“Saya juga sudah bilang apa yang mereka kerjakan di situ tidak bermanfaat juga bagi nelayan. Dan Pak Wali Kota juga sudah bisa pendapat saya. Anggaran Rp400 juta lebih, tetapi ini tidak benar,” bebernya.
Sementara itu, lanjut Umar, Kepala Dinas PUPR mempersoalkan terkait nomenklatur lokasi pekerjaa.
“Yah kalau soal nomenklatur tempat pelaksaan itu bukan temuan, karena yang jadi masalah ketika anggarannya tidak sesuai atau volume pekerjaannya juga tidak sesuai kan,” pungkasnya.
Sementata, Kepala Dinas PUPR Kota Tidore Kepulauan Muis A Husain menjelaskan, pekerjaan itu dilaksanakan sesuai dengan nomenklatur yang tertera dalam dokumen.
Nomenklatur dalam dokumen tersebut berlokasi di RT 07 kelurahan Mareku. Sementara yang dikerjakan Umar Ismail di RT 06.
“Itu memang pokir nya pak Umar. Cuma di dokumen DPA (daftar pelaksanaan anggaran) sampai dokumen kontrak, tetap di RT 07. Jadi dinas tidak bisa menyalahi nomenklatur,” jelas Muis.
Meski begitu, Muis mengaku telah melakukan pendekatan persuasif dengan Umar Ismail, namun Umar tetap tidak bergeming.
Padahal, jika hal tersebut terus dibiarkan maka pihak penyedia atau kontraktor akan mengalami kerugian. Baik materi dan atau waktu. Olehnya itu, ia pun akan membahas masalah tersebut bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), untuk mengambil langkah dan tindakan selanjutnya.
“Kontraktor bisa melaporkan secara hukum masalah itu kalau kontraktor merasa dirugikan. Dinas juga menempuh jalur hukum. Jadi makanya kami akan bahas dulu dengan PPK,” tandas Muis. (*)

Tinggalkan Balasan