“Perubahan nilai tarif retribusi parkir, serta dasar pemberlakuan penarikan retribusi di pintu masuk kawasan Zona Ekonomi Terpadu (ZET) itu itemnya,” terang dia.
Sementara tarif retribusi parkir pada Perda yang baru akan dinaikkan dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 (kendaraan roda dua) dan untuk mobil dari Rp2.000 menjadi Rp3.000 per kendaraan.
“Perubahan nilai tarif ini karena dirasa nilai Rp1.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp2.000 untuk kendaraan roda empat, sudah tidak efektif lagi untuk target kita yang nilainya Rp6 miliar dalam satu tahun. Kalau kita hanya bertahan dengan nilai tarif yang lama, maka tidak bisa optimal,” ujar dia.
Rencana perubahan tarif ini, kata mantan Camat Ternate Selatan itu, sudah diperhitungkan dengan daya beli dan kondisi perekonomian masyarakat Kota Ternate pasca pandemi Covid-19.
Pasalnya, kenaikan tarif parkir di Kota Ternate masih dalam batas normal, jika dibanding tarif parkir di daerah lain, misalnya Kota Manado.
“Kota Manado sebagai sampel kenaikkan tarif ini. Karena di Manado tarif parkir untuk kendaraan roda dua sudah Rp5.000. Jadi kalo di Ternate kita naikkan, saya yakin dan optimis itu bisa dijangkau masyarakat,” timpalnya.
Soal retribusi parkir tepi jalan di kawasan ZET, Mochtar optimis pihaknya mampu capai target. Berdasarka hasil uji coba selama dua hari saja, Dishub sudah memperoleh pendapatan Rp28.700.000. Itu artinya, petugas di lapangan mampu mendapatkan pendapatan sebesar Rp14 juta/hari dari retribusi parkir tepi jalan di ZET.
“Itu artinya kalau kita kalikan dengan 1 bulan kita bisa menyetor ke kas daerah sebesar Rp420 juta. Dan kalau kita komitmen, maka dalam satu tahun kita bisa peroleh pendapatan retribusi parkir tepi jalan umum sebesar Rp5 miliar,” ungkapnya.
Harapannya, BP2RD dan Bagian Hukum bisa menindaklanjuti draft tersebut. Sehingga di tanggal 01 Januari 2024, Dishub bisa berjalan dengan skema baru. (*)