DPRD Kota Ternate, kata dia, perlu menyampaikan hal ini mengingat DPRD punya pengalaman terkait proyek Multi Years sebelumnya yang dilakukan oleh Wali Kota periode sebelumnya, di mana nilai pembayaran kepada pihak ketiga dalam proyek Multi years, meskipun sudah dituangkan dalam Nota Kesepakatan antara Wali Kota dengan DPRD, tidak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kota Ternate dan dilakukan penyesuaian dalam APBD tahun-tahun berikutnya.
“DPRD perlu mengikhtiarkan, kalaupun proyek KPDBU ini dilaksanakan sebagai salah satu proyek prestisius daerah, maka keterlambatan atau ketidakmampuan daerah untuk menunaikan kewajibannya kepada pihak BUD ini tidak boleh terjadi, karena akan menurunkan kredibilitas dan marwah Pemerintah dan DPRD Kota Ternate,” tegasnya.
FPD menekankan, Wali Kota perlu memastikan dan menjamin adanya pemahaman yang utuh dan komitmen kuat dari para pemangku kepentingan khususnya kepala OPD, apakah OPD juga bersedia urung rembug memikirkan solusi atas permasalahan risiko infrastruktur dan risiko fiskal yang terjadi di tahun-tahun mendatang atas proyek KPBDU ini.
“Jangan-jangan kepala OPD tidak bersedia jika alokasi anggaran OPD-nya dikurangi oleh TAPD untuk mencukupi beban APBD atas kewajiban PJPK terhadap BUD,” ujarnya.
Sementara Fraksi PDI-P dalam pandangannya menyatakan ranperda ini sudah pernah diajukan pemkot pada tahun 2022 dan telah dibahas DPRD, namun dikembalikan dengan alasan masih harus dikaji dan disempurnakan sesuai hasil pembahasan pansus.
“Untuk itu, fraksi kami berharap apa yang menjadi catatan dan rekomandasi pansus sebelumnya telah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Ternate dengan melakukan perubahan-perubahan drafting. Selanjutnya fraksi kami menyerahkan penuh kepada alat kelengkapan yang ditunjuk untuk membahas ranperda ini,” kata Ketua Fraksi Nurain Talib.
Fraksi PDI-Perjuangan, sambungnya, akan terus mengawal dan memastikan ranperda ini tidak merugikan Pemerintah Kota Ternate ke depannya.
“Karena berdasarkan pemaparan saudara Wali Kota Ternate dalam paripurna sebelumnya, investasi terhadap kerja sama ini sebesar Rp 1,6 triliun, dengan pengembalian sebesar Rp 169,75 miliar per tahun selama 10 tahun, dan akan dibayarkan setelah selesai pembangunan dan dimulainya operasional RSUD. Ini menjadi catatan penting fraksi kami untuk perlu ada kajian-kajian mendalam dari alat kelengkapan yang ditugaskan untuk membahas ranperda ini, serta kami menyarankan agar dapat berkonsultasi dengan kementerian/lembaga terkait yang berhubungan dengan kerja sama ini,” pungkas Nurain.
Baca halaman selanjutnya…

Tinggalkan Balasan