TERNATE, KAIDAH MALUT – Akhir-akhir ini isu pergantian Sekretaris Kota Ternate, Jusuf Sunya ramai diberitakan media. Hal itu pun menjadi sorotan Akademisi.

Jabatan Sekda sebenarnya tidak ada batasan waktu, kecuali ada pergantian.

Ketua Tim Evaluasi ASN di Kota Ternate ini bisa diganti, kecuali ada evaluasi yang diusulkan Kepala daerah, kepada Gubernur melalui persetujuan KASN dan Menteri Dalam Negeri.

Dosen Fisip UMMU, Sahroni Hirto menjelaskan, ada beberapa indikator menggatikan posisi Sekda. Salah satunya jika yang bersangkutan memiliki kinerja buruk.

Meski begitu, diberi kesempatan selama 6 bulan untuk evaluasi kinerja. Apabila masih kurang maka dilakukan uji kompetensi.

Ada tiga aspek dalam memenuhi pergantian jabatan Sekda, yakni aspek sosiologi, yuridisi dan administratif.

“Pada dasarnya semua pejabat yang mau diganti ada jalurnya, salah satunya asessmen,” kata Sahroni, Kamis, 09 Maret 2023.

Menggantikan posisi Sekda bisa saja dilalukan kemudian mengisi kekosongan jabatan dengan Pelaksana tugas (Plt), sembari melalukan tahapan asessmen.

Dalam suatu pemerintahan, tidak boleh ada kekosongan untuk itu diisi dengan Plt. Batasan waktu Plt hanya 6 bulan, tapi bisa juga diperpanjang ketika ada SK perpanjangan.

“Kalau pun waktunya ditentukan untuk hengkang, sebenarnya itu tidak bisa karena posisi Sekda tidak bisa kosong,” terang dia.

Sepanjang penilaian secara birokrasi dan politik oleh pimpinan tertinggi masih baik, maka tidak jadi masalah dengan batasan waktu jabatan.

Jabatan karir ASN itu adalah Sekda, namun secara politik itu ditentukan oleh Wali Kota. Di mana bisa membantu kerja-kerja Kepala daerah.

“Putusan politik itu biar tidak terganggu, maka berikanlah unsur-unsur birokrasi di dalamnya, seperti asessmen, PIM I, II , III dan lainya,” jelasnya.

Tujuannya agar kewenangan politik tersebut, tidak begitu dominan dalam pengambilan keputusan urusan birokrasi atau ASN.

Assesmen untuk posisi Sekda bisa dilakukan dengan berbagai tahapan, yang tentu berbeda dengan asessmen jabatan di bawahnya.

“Prosesnya agak panjang. Jadi kalau ada yang bilang jabatan Sekda sisa beberapa hari lagi, lalu dilakukan assesmen kayaknya itu tidak bisa,” timpalnya.

Ia menyarankan, jika Sekda dganti sebaiknya ada posisi pengganti, yaitu Plt. Namun, itu pun kalau Sekda itu sendiri memiliki masalah atau tidak sejalan dengan pemerintahan.

Walau begitu, jabatan Plt pun tidak bisa serta merta ikut menjabat. Pasalnya, semua tergantung pada keputusan Wali Kota sebagai atasan Sekda.

“Kalau Pak Wali perpanjang, hanya saja kalau jabatan Sekda disebut perpanjang kan rancu juga. Jadi itu tergantung Wali Kota,” tegasnya.

Sebab, Wali Kota adalah pejabat penilai kinerja.

Selain itu, persoalan simpatisan Wali Kota yang mendesak agar Sekda segera diganti, itu sah-sah saja. Karena itu juga bagian dari empati para simpatisan.

Namun beda halnya, jika setiap keputusan birokrasi kemudian dicampuradukan dengan hal itu, maka itulah masalahnya.

“Keputusan harus memiliki dasar sekali pun ada demo besar-besaran atau protes. Itu harus dipertimbangkan sebaik-baiknya dan tidak ada campur tangan dari luar,” ujarnya.

Menurutnya, Wali Kota merupakan salah satu alumni dari IPDN. Pastinya paham betul bagaimana cara kerja birokrat.

Selain itu, Wali Kota juga seorang Doktor dan ahli dalam pemerintahan.

“Pasti pahan betul cara mengambil keputusan dalam pemerintahan,” cetusnya.

Kalau sekarang hanya karena politik, lantas pengambilan keputusannya hanya berdasarkan kepentingan tahun 2024, berarti dasar pengetahuan atau junjungan terhadap Bhineka nara eka Bhakti dipertaruhkan dengan kepentingan politik.

“Beliau (Tauhid) sebagai pimpinan politik dengan alumni yang ada, harus memberikan contoh dan panutan terhadap bawahan,” imbaunya.

Dengan begitu, Wali Kota juga bisa sekaligus menunjukan kaidah Bhineka nara eka Bhakti itu sendiri. (*)