TERNATE, KAIDAH MALUT – Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif menyebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH ) Kota Ternate belum mampu menerjemahkan keinginan Wali Kota dalam penanganan sampah perkotaan.
Hal itu dikatakan Nela sapaan akrabnya, disela kunjungan kerja komisi III di Kelurahan Gamalama, Selasa, 10 Januari 2023.
Sejauh ini, sampah di Kota Ternate sudah mendekati 100 ton per hari, yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah-sampah ini dikontribusi dari 5 kecamatan di 70 kelurahan.
“Di masa pemerintahan Tauhid-Jasri dengan slogan Andalan Mengatasi Sampah. Namun, memasuki tahun kedua belum membuahkan hasil yang menggembirakan, malah menuai kritik publik,” kata Nella.
Menurut srikandi NasDem, dalam penanganan sampah harus ditangani dari hulu ke hilir. Problem utama persampahan diakibatkan, karena kesadaran masyarakat yang secara keselurahan belum diintervensi secara maksimal, oleh arah kebijakan Pemerintah Kota Ternate.
“Masyarakat Kota Ternate masih cenderung berfikir persoalan sampah itu hanya urusan pemerintah daerah. Kami tidak menyalahlan masyarakat yah, namun ini fakta yang ditemukan di lapangan, problem sampah di Kota Ternate ini karena problem kesadaran dan pengelolaan. DLH masih sibuk dengan pendekatan yang sangat konvensional, masyarakat buang sampah, dinas angkut buang ke TPS atau TPA. Siklus dan modelnya hanya begitu terus berulang dari tahun ke tahun,” imbuhnya.
Nella bilang, DLH sangat konvensional tidak ada inovasi, selama dalam pengelolaan sampah, selalu beralasan karena keterbatasan armada yang hanya 18 dump truck, 6 L300, 4 amrol.
“Itu juga katanya sudah kondisi lama dan kisaran 80 lebih motor roda 3 kaisar. Padahal ada bantuan yang menurut kami efektif yaitu TPS 3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle ), namun sangat disayangkan TPS 3R tidak di fungsikan secara baik atau di biarkan oleh DLH,” sesalnya.
Kalau mau atasi problem sampah, dengan tegas Nurlaela mengatakan, DLH harusnya paham dan berupaya membangun sistem kesadaran masyarakat, sesuai visi misi Pemkot.
Sistem kesadaran masyarakat yang efektif harusnya fungsikan TPS 3R secara optimal, bukan dibiarkan jadi kos-kosan, atau hancur begitu saja.
“DLH alasanya TPS 3R tidak terurus karena tidak ada honor dan anggaran, padahal ini kan tupoksi dapat gaji dan dapat TTP (Tunjangan Tambahan Penghasilan). DLH dalam urusan pengelolaan persampahan Kota, tidak inovatif, tidak mampu menterjemahkan apa yang Wali Kota inginkan,” tegasnya.
Ini terbukti saat Komisi III di lapangan menemukan, Program Pendampirngan Optimalisasi TPS 3R bantuan dari Kementerian PUPR dan program KotaKu di 3 titik yaitu, Kelurahan Kalumata, Tubo dan Gamalama dengan model pendampingan ke 3 TPS 3R ini, dimana fokus pada aspek pengelolaan sampahnya, yaitu kelembagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan teknis operasional.
Program ini, mendukung arah kebijakan dan strategi Pemkot terkait pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga, dan sejenis rumah tangga di Kota Ternate serta mengurangi kuantitas dan/atau memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
“Harusnya DLH mengintegrasikan aspek pengelolaan sampah. Kami Komisi III sangat menyayangkan, DLH tidak memanfaatkan secara baik, harusnya optimalisasi TPS 3R secara baik, tercipta pola pemberdayaan, bernilai ekonomis dapat terus berkelanjutan, dan inilah yang menjadi tujuan Wali Kota dalam upaya penanganan sampah di Kota Ternate, tapi DLH tidak paham,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan