“Itu juga katanya sudah kondisi lama dan kisaran 80 lebih motor roda 3 kaisar. Padahal ada bantuan yang menurut kami efektif yaitu TPS 3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle ), namun sangat disayangkan TPS 3R tidak di fungsikan secara baik atau di biarkan oleh DLH,” sesalnya.
Kalau mau atasi problem sampah, dengan tegas Nurlaela mengatakan, DLH harusnya paham dan berupaya membangun sistem kesadaran masyarakat, sesuai visi misi Pemkot.
Sistem kesadaran masyarakat yang efektif harusnya fungsikan TPS 3R secara optimal, bukan dibiarkan jadi kos-kosan, atau hancur begitu saja.
“DLH alasanya TPS 3R tidak terurus karena tidak ada honor dan anggaran, padahal ini kan tupoksi dapat gaji dan dapat TTP (Tunjangan Tambahan Penghasilan). DLH dalam urusan pengelolaan persampahan Kota, tidak inovatif, tidak mampu menterjemahkan apa yang Wali Kota inginkan,” tegasnya.
Ini terbukti saat Komisi III di lapangan menemukan, Program Pendampirngan Optimalisasi TPS 3R bantuan dari Kementerian PUPR dan program KotaKu di 3 titik yaitu, Kelurahan Kalumata, Tubo dan Gamalama dengan model pendampingan ke 3 TPS 3R ini, dimana fokus pada aspek pengelolaan sampahnya, yaitu kelembagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan teknis operasional.
Program ini, mendukung arah kebijakan dan strategi Pemkot terkait pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga, dan sejenis rumah tangga di Kota Ternate serta mengurangi kuantitas dan/atau memperbaiki karakteristik sampah, yang akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
“Harusnya DLH mengintegrasikan aspek pengelolaan sampah. Kami Komisi III sangat menyayangkan, DLH tidak memanfaatkan secara baik, harusnya optimalisasi TPS 3R secara baik, tercipta pola pemberdayaan, bernilai ekonomis dapat terus berkelanjutan, dan inilah yang menjadi tujuan Wali Kota dalam upaya penanganan sampah di Kota Ternate, tapi DLH tidak paham,” tandasnya. (*)