TERNATE, KAIDAH MALUT – Rencana keberangkatan 78 Lurah di Ternate untuk mengikuti Bimbingan teknik (Bimtek) di Bali, menjadi sorotan sejumlah pihak.
Selain, Anggota Komisi I DPRD Kota Ternate, ada juga tanggapan dari Akademisi. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Khairun Ternate, Aziz Hasyim misalnya.
Aziz menyebutkan, rencana Bimtek para Lurah ke Bali harus bisa dipertanggungjawabkan ketika mereka kembali. Dasar Pemkot untuk mengupgrade kapasitas para Lurah ini, merupakan sesuatu hal baik yang patut diapresiasi.
Hanya saja, model mengasa kemampuan Lurah-lurah ini harus dipikirkan kembali dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah.
Bukan tanpa sebab, pasalnya, jika saja Bimtek ini merupakan hal yang urgen, maka sah-sah saja. Namun, jika sebaliknya, maka ini bisa disebut menghambur-hamburkan uang atau sekedar plesiran yang berkedok Bimtek.
“Yang mesti dilihat adalah urgensi keberangkatan kurang lebih 78 Lurah untuk mengikuti Bimtek di Bali nanti, maka akan dilihat apa dampaknya setelah mereka kembali, dengan maksud untuk melakukan perbaikan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan dilevel kelurahan,” terang dia.
Apabila hanya sekedar hadir dan mendengarkan arahan di Bali, maka sebaiknya ada opsi lain yang digunakan, seperti mengundang para pemateri untuk datang ke Ternate.
Opsi ini juga, untuk mengirit anggaran yang ditaksir mencapai Rp1,14 miliar yang diperuntukan para Lurah mengikuti Bimtek. Sementara dengan kondisi keuangan daerah yang memprihatinkan, sebaiknya ini bisa dilakukan di Ternate tanpa harus berangkat ke luar kota.
“Akan lebih elok kalau anggaran kurang lebih Rp1,14 miliar itu, mengundang dua atau tiga narasumber untuk didatangkan ke Ternate. Artinya, jika itu terjadi maka nilainya pun tidak terlalu besar, paling-paling sekitar Rp200 sampai Rp250 juta. Sehingga sisa anggaran yang rencananya patungan bisa digunakan, untuk kebutuhan lainnya di kelurahan masing-masing,” jelas dia.
Ini penting, karena yang harus menjadi pertimbangan yaitu aspek kapasitas fiskal daerah.
“Kebutuhan daerah ini kan masih sangat banyak. Dengan kapasitas fiskal yang terbatas, otomatis alokasi belanja bisa dipertimbangkan. Apakah ini penting atau tidak, sehingga kebijakan apa yang diambil itu bisa terukur dengan baik,” bebernya.
Disisi lain, Aziz juga mempertanyakan indikator apa saja yang perlu dilakukan, sehingga alasan Bimtek ke Bali, yakni untuk mengupgrade kapasitas.
“Apa yang perlu di upgrade dari Lurah-lurah ini? Karena kalau berkaitan dengan kebijakan, maka tidak memiliki relevansi yang kokoh di situ,” ungkapnya.
Dirinya berharap, jika rencana Bimtek itu dilakukan, maka pantasnya para Lurah bisa mengimplementasikan hasil Bimtek di kelurahan masing-masing. Apalagi yang menjadi sasaran Bimtek, yaitu mengenai pengolahan sampah.
“Jadi kembalinya mereka (Lurah) ke Ternate, mereka bisa mengagas ide-ide soal apa yang dipelajari sewaktu di Bali. Mereka bisa membuat bank sampah yang kemudian itu bisa dikelola, dan menghasilkan pendapatan untuk PAD Kota Ternate,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, rencana keikutsertaan 78 Lurah pada Bimtek di Bali ini, menelan anggaran sebesar Rp1,14 miliar. Dimana jumlah fantastik itu didapat dari hasil patungan seluruh Lurah. Masing-masing Lurah memberikan Rp13 juta yang diambil dari Dana Kelurahan. (*)

Tinggalkan Balasan