Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate ini juga mengungkapkan, bahwa selama ini tidak pernah ada evaluasi Pemda terkait persoalan ini, sehingga quota malah berkurang.
“Sangat disayangkan Pemda seperti lepas tangan, pantas kelangkaan BBM bersubsidi terjadi di Maluku Utara, belum lagi maraknya kebocoran penyalahgunaan BBM bersubsidi oleh oknum-oknum dan termasuk pembiaran pengecer,” sesalnya.
Ketua KSL Malut, Syahril S menegaskan, sebagai sopir truk lintas Maluku Utara tentu sangat berperan dalam membantu Pemda, masyarakat, dan pengusaha dalam pendistribusian barang ke seluruh pelosok di wilayah Maluku Utara.
Namun, aspirasi mereka seakan tak digubris oleh Pemda maupun Pemprov Maluku Utara.
“Sesuai keanggotaan KSL, jumlah truk ada 389 unit. Selama ini kami sangat berperan membantu Pemda, masyarakat dan pengusaha dalam distribusi barang ke seluruh pelosok Maluku Utara, mulai dari Sula, Taliabu, Halsel, Halteng, Halbar, Halut, dan Haltim. Aktivitas kami inilah sehingga membantu mendistribusi bahan pangan, bahan bangunan, kebutuhan tambang, kebutuhan medis, proyek semuanya kami yang berperan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, apabila Pemda tidak peduli akan persoalan ini, maka pihaknya akan melakukan aksi mogok massal.
“Jika Pemda tidak pedulikan aspirasi kami, sebagai Ketua saya pastikan kami akan lakukan mogok massal dan menyetop semua aktivitas distribusi barang. Bayangkan solar kami beli harga Rp15.000 per lite, tapi itu di pengecer, terus susahnya minta ampun, SPBU tidak jual hanya di APMS. Itu pun terbatas, kebutuhan kami setiap kali perjalan bolak balik itu membutuhkan 90 hingga 150 liter per hari. Kami akhirnya harus isi BBM jenis dexlite dengan harga Rp18.000 lebih per liter, belum lagi harga transportasi kapal ferry dan operasional lain. Ditambah dengan kondisi ini kami minus, tidak bisa bawa pulang hasil keringat untuk anak istri kami di rumah,” keluhnya.
“Pokoknya kami akan lakukan mogok besar-besaran, jika Pemda tidak segera selesaikan persoalan kami ini,” tegasnya. (*)

Tinggalkan Balasan