TERNATE, KAIDAH MALUT – Dugaan tindak pidana korupsi di internal PAM Ake Gaale Ternate, yang saat tengah diusut oleh Polres Ternate dipastikan tidak akan terbukti kebenarannya.
Hal itu ditegaskan oleh Pakar hukum tata negara Indonesia, Margarito Kamis, usai memberikan keterangan sebagai ahli di Inspektorat Kota Ternate, Senin, 04 September 2023.
“Gak bakalan terbukti. Bagaimana caranya terbukti? Sekarang lagi cek nih gak terbukti, gak ada,” cetus dia.
Menurut Margarito, apa dasarnya jika ada pembayaran gaji dewan direksi dan dewan pengawas PAM Ake Gaale, yang nominalnya 5 kali dari gaji tertinggi pegawai di perusahaan air itu, disebut terindikasi penyimpangan. Sementara acuannya jelas yakni Peraturan Wali (Perwali) Kota Ternate.
“Terus dalam kenyataannya misalnya benar begitu, gaji pegawai direksi, pengawas dan segala macam, lima kali lebih besar dari gaji pegawai, sah, mengapa sah? karena berada dalam jangkauan pengaturan Perwali itu jadi sah, yang tidak sah kalau melampaui aturan yang ada di dalam perwali,” jelas dia.
Kalaupun yang dipermasalahkan adalah Perwali tentang gaji Dewan Direksi dan Dewan Pengawas PAM Ake Gaale ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi di atasnya seperti Permendagri kata Margarito, Perwali itu pun tetap sah berlaku sebagai hukum.
Dosen Universitas Indonesia ini membuat pemisalan, bahkan jika seluruh profesor hukum tata negara di Indonesia menyebutkan Perwali itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi di atasnya pun, tidak membuat Perwali itu batal.
Baca halaman selanjutnya…
Yang dapat menyatakan secara hukum peraturan itu batal atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sambung dia, adalah pengadilan dan melalui yudisial review.
“Atau pejabat yang lebih tinggi atas pejabat yang bersangkutan yang menyatakan dan dia mengubah. Selama dia tidak mengubah maka selama itu dia tetap menyandang sifat sebagai hukum yang sah, dia valid sebagai hukum yang sah dijadikan dasar untuk melakukan tindakan-tindakan hukum,” terang dia.
Sebab itu pula, tambah Margarito, tidak ada ilmu yang bisa mengkualifisir sejumlah kekeliruan dalam perkara itu sebagai penyimpangan yang berakibat timbulnya pidana korupsi.
“Bagaimana caranya mengkualifisir ini sebagai Tipikor, bagaimana caranya?,” cetus dia.
Bahkan peraturan menteri dalam negeri pun telah memungkinkan bahwa perusahaan daerah bisa mengalami kerugian, dan secara hukum hal itu biasa saja dalam sebuah peraturan.
“Karena peraturan menteri dalam negeri sudah menyatakan kemungkinan perusahaan itu dia rugi atau dia untung. Kalau dia untung, kalau dia rugi jadi direktur, direksi tidak boleh dapat uang jasa produksi,” pungkas dia. (*)

Tinggalkan Balasan