TERNATE, KAIDAH MALUT – Ketua Badan Saksi Wilayah PAN Maluku Utara Rifai Achmad menyatakan sikap, undur diri dari jabatannya sekaligus keluar dari partai.
Bukan hanya Rifai, dua rekannya yakni M. Iksan Lutfi sebagai Wakil Bidang Keorganisasian PAN Malut dan Nurdiyana Syah Ketua PUAN Malut, ikut pula mengundurkan diri.
Ketiganya memutuskan keluar dari partai yang dinahkodai Zulkifli Hasan, menyusul pengunduran diri mantan Ketua DPW PAN Malut Iskandar Idrus dan pengurus lainnya di DPD.
Ketiganya memiliki alasan yang sama, yakni kecewa dengan keputusan DPP PAN yang tidak lagi mengikutsertakan Iskandar Idrus pada Pemilu 2024, sebagai Bacaleg DPR-RI dapil Maluku Utara.
Rifai menyebut, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan figur yang munafik karena tidak bisa amanah dalam ucapan dan janjinya kepada kader-kader.
Zulhas disebut ingkar janji kepada seluruh kader PAN, atas ucapannya untuk mengusung Iskandar Idrus sebagai bacaleg di pusat.
Padahal dalam pidato politik, Zulhas telah menyerukan kepada seluruh pengurus dan kader partai, bahwa Iskandar Idrus akan diusung maju Pileg DPR-RI di Pemilu 2024 nanti.
Namun, kenyataannya terbalik. DPP malah mengusung tiga nama untuk dapil Maluku Utara. Mereka di antaranya Abdurrahman Lahabato, Heins Namotemo dan Nita Budi Susanti.
Hal itu lantas memicu kemarahan hampir semua kader, dan akhirnya satu per satu pengurus mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing, sekaligus mundur dari bacaleg PAN di provinsi dan kabupaten/kota.
“Saya bilang Ketum PAN Zulkifli Hasan munafik. Karena secara agama dia (Zulhas) tidak amanah atas janji-janjinya,” tegas Rifai saat konferensi pers di Kelurahan Salero, Jumat, 05 Mei 2023.
Rifai juga mengungkapkan sisi buruk dari Zulhas selama memimpin partai berlogokan matahari putih itu.
Zulkifli Hasan diketahui mewajibkan para anggota DPRD Fraksi PAN di seluruh Indonesia, untuk menyetor uang ke DPP dengan alasan sebagai uang saksi.
Uang yang dipatok DPP itu sebesar 20 persen dari gaji setiap anggota DPRD Fraksi PAN se-Indonesia. Kalau misalnya gaji anggota dewan sebesar Rp60 sampai dengan Rp80 juta per bulan, maka DPP mendapatkan “jatah” sebesar Rp12 sampai dengan Rp16 juta per orang di setiap bulannya.
“Itu semacam uang tabungan katanya. Jadi anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota diminta 20 persen setiap bulan dari gaji masing-masing,” ungkap Rifai.
Menurutnya, Zulhas hanya memeras para kader dan tidak mengindahkan kemauan kader yang ada di wilayah.
Dia lantas membandingkan kepemimpinan Zulhas dan sebelumnya, yakni Hatta Rajasa. Di mana saat Hatta memimpin, tidak pernah meminta sepeser uang pun pada pengurus atau kader PAN.
“Malah dulu waktu Pak Hatta Rajasa kita ada bantuan ambulans, uang saksi juga dari uang pribadinya. Bukan uang kader-kader. Ini berarti melemahkan kekuatan partai di daerah,” urainya dengan nada kesal.
“Pokoknya di era kepemimpinan Zulkifli ini, banyak memungut duit (uang) dan itu adalah salah satu sifat tidak baiknya seorang pemimpin,” ujarnya.
Selain itu, ia pula mempertanyakan elektabilitas Nita Budi Susanti yang sengaja diusung DPP pada Pemilu 2024. Kehadiran Nita, lanjut dia, hanya lantaran suami Nita adalah Waketum DPP PAN, yakni Viva Yoga Mauladi.
“Jadi dia (Viva) rela korbankan kadernya, yang penting istrinya (Nita) jadi caleg PAN. Memangnya partai ini punya Viva Yoga, sehingga seenaknya dia (Viva) atau Zulkifli Hasan? Tidak ada itu. Partai ini punya masyarakat Indonesia,” cecarnya.
Ia pula mengingatkan kepada seluruh kader PAN yang masih aktif, agar berhati-hati dengan Zulkifli Hasan. Karena bisa saja nasibnya menyerupai Iskandar Idrus.
“Karena kalian juga bisa dijadikan sama dengan mantan Ketua DPW PAN Maluku Utara. Makanya ini orang (Zulhas) sifatnya tidak bagus. Amin Rais saja dia (Zulhas) bisa kasih keluar kok,” timpalnya.
Mundurnya kader-kader PAN di Maluku Utara merupakan kejahatan politik, yang dilakukan Zulkifli Hasan. Hak caleg adalah hak anggota, bukan hak Ketum.
Ia pula menyindir kehadiran Tutur Sutikno, yang tidak jelas status jabatannya sebagai Ketua DPW PAN Malut.
“Semestinya jabatan definitif itu ada musda look, barulah ada ketua baru. Nah, sekarang ketua baru katanya sudah diangkat. Itu ketua dari mana? karena yang pilih itu harus DPD se-Malut yang memilih untuk definitif, bukannya DPP yang memilih. Kalau begitu tidak ada dalam organisasi politik,” terang dia.
Zulkifli Hasan disebut tidak tahu etika berpolitik, karena telah mengeluarkan kader dan mengakomodir orang luar untuk jadi caleg PAN.
“Nasib partai ini ditentukan oleh kadernya bukan Ketua Umum,” pungkasnya.
Sementara itu, Nurdiyana Syah menambahkan, bahwa pengunduran dirinya karena merasa tak sejalan lagi dengan DPP.
“Rekomendasi DPP itu tidak pada
Ketua DPW melainkan kepada para kutu loncat, yang bukan kader PAN. Memang ini ranahnya DPP, tetapi tidak DPP tidak boleh semena-mena bersikap otoriter,” tambahnya.
Menurut dia, Iskandar Idrus telah memiliki kompeten dan basis yang baik dengan menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku Utara, selama dua periode.
Kapasitas Iskandar tidak diragukan lagi, karena sangat loyalitas, dedikasi tinggi dan bertanggungjawab pada partai. Namun, hal itu disia-siakan oleh DPP dalam sekejab.
“Ini menunjukan DPP tidak ada komitmen yang solid bagi DPW,” tegasnya.
Alasan yang sama pula disampaikan oleh M. Iksan Lutfi. Ia bilang, pengunduran diri dari PAN merupakan langkah strategi dari kader, lantaran Zulkifli Hasan dengan sikap otoriternya justru telah melakukan tindakan-tindakan yang tercelah kepada DPW.
“Kami tahu benar Iskandar tidak pernah melakukan pelanggaran indisipliner terhadap kebijakan partai,” ucapnya.
DPP mengambil keputusan mengeluarkan Iskandar dari bacaleg DPR-RI, sangat tidak arif dan tidak berkeadaban. (*)

Tinggalkan Balasan