Misalnya kunjungan Presiden RI, Joko Widodo dan rombongan ke Maluku Utara, salah satunya Kota Ternate beberapa bulan lalu. Malah kunjungan Presiden dan rombongan waktu itu lebih praktis dan tidak merugikan masyrakat Kota Ternate dengan cara menutup jalan berhari-hari.
Selain itu, kita perlu bertanya kenapa tidak dilakukan kegiatan di gedung yang telah disiapkan oleh Pemkot, yaitu Duafa Center ataupun ke lokasi yang tebuka, yaitu lapangan Ngara Lamo dan Lapangan Perikanan yang lebih mudah dan tidak merugikan aktifitas publik.
Hal tersebut, secara yuridis Pemkot Kota Ternate tidak amanah dalam menjalankan aturan, karena telah menabrak aturan tentang ketertiban umum yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas angkutan jalan raya, dan pasal 3 ayat (1) Jo Perda nomor 4 tahun 2014 tentang ketertiban umum.
Apalagi kegiatan para istri-istri Wali Kota se-Indonesia bukan sebagai pejabat negara ataupun pejabat pemerintah yang harus difasilitasi dengan menutup jalan yang merugikan kepentingan publik.
Dengan kegiatan tersebut pula publik akan berasumsi bahwa siapa saja akan bisa menggunakan jalan utama sebagai tempat kegiatan, seperti dicontohi oleh Pemkot Kota Ternate.
Untuk itu, dengan uraian tentang kebobrokan pemerintah di atas, perlu dilihat secara kritis, sebab Sarasehan dan APEKSI dengan menutup jalan utama sudah menunjukan kemerataan keadilan maupun kesejahteraan tidak dirasakan masyarakat menengah ke bawah.
Buktinya, dengan kegiatan serimoni yang menelan anggaran 1,5 miliar ini menggambarkan Pemerintah dapat mengabaikan berbagai masalah sosial yang dialami masyarakat Kota Ternate, misalnya pelabuhan masyarakat pulau Hiri yang tak kunjung selesai dikerjakan, masalah sengketa lahan bangunan dan tanah di Kelurahan Kalumpang, Kelurahan Maliaro dan Kelurahan Kalumata serta masalah air bersih yang kian hari dikeluhkan.
Dalam konteks kasus yang sama, kita dapat mengajukan argumen bahwa absennya agenda kesejahteraan masyarkat tidak terhitung dalam kepentingan politik pemerintah, melainkan kesejahteraan masyarakat dihitung dalam kepentingan politik keluarga yang dirasakan secara kekeluargaan.
Dia yang memimpin kekuasaan, maka dia dan keluarga yang merasakan keadilan dan kesejateraan.
(*)

Tinggalkan Balasan