JAKARTA, KAIDAH MALUT – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menggelar diskusi terbuka di Hotel Ashely Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat 24 November 2023. Diskusi membahas terkait peraturan presiden tentang publisher rights yang hampir empat tahun dibahas, namun belum juga diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Diskusi tersebut mengusung tema “What’s Next After Publisher’s Right: AI For Media” , dan digelar selama 3 hari, yang dihadiri oleh para pengusaha dan pengelola media.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu yang tampil menjadi pembicara mengatakan, Dewan pers sangat yakin perpres akan segera diteken Presiden.
“Mung kurang sak-nil (hanya kurang sedikit lagi akan diteken,red),” kata Ninik.
Menurut Ninik, Dewan Pers bersama konstituen dan pemerintah sudah memiliki kesamaan pandangan, soal perpres publisher rights untuk segera disahkan, karena dalam peraturan ini sudah mengakomodasi kepentingan-kepentingan terbaik untuk pers dan publisher rights.
Pertama, menjaga ekosistem pers kita agar bekerja dengan sebaik-baiknya, sehingga jurnalistik kita adalah jurnalistik berkualitas, jauh dari hoaks, dis dan misinformasi.
“Perpres ini akan menjamin pers, dan platform bersama-sama ikut menjaga itu,” ujar Ninik.
Kedua, sambung Ninik, perpres publisher rights memberikan jaminan untuk keadilan pembagian revenue kepada media, maupun platform atas iklan yang didapat dari konten berita yang diproduksi oleh publisher.
“Karena ini didukung bersama, disusun bersama, kami yakin perpres bisa diterima oleh platform, oleh media, dan masyarakat. Oleh karena itu kami sangat berharap untuk segera disahkan. Saya dapat informasi penanya sudah di atas kertas,” timpalnya.
Menyoal demam Artificial Intelligence (AI) for media, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan perlu digunakan secara bijak, apakah AI dalam algoritmanya justru ikut memperbesar persebaran haoks, misinformasi dan disinformasi atau justru menenggelamkan pers kita.
“Satu sisi melihat AI membantu kerja kawan-kawan, tetapi tetap memerlukan catatan penting bahwa penggunaan AI harus transparans, ada declare bahwa konten ini dibuat dengan memakai AI, dan harus diikuti dengan cek fakta supaya pemberitaan yang dikeluarkan tetap memberi data yang valid. Jangan sampai teknologi gegap gempita justru menenggelamkan kerja dan karya jurnalistik kita,” terang dia.
Bagi dia, selama belum ada aturan penggunaan AI, tidak berarti jurnalis tidak bisa mengendalikan. Ada kode etik, pedoman pemberitaan media, perlindungan hak cipta.
“Pakai dulu pedoman ini pun cukup,” tegasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Wamen Kominfo Indri D. Saptaningrum mengungkapkan, proses penyusunan publisher rights memang sangat alot negosiasinya. Namun, menurut Indri, Kementerian Kominfo memastikan ada percepatan.
“Jangan sungkan-sungkan untuk mengingatkan mas Wamen. Ini sudah jelang ultah keempat dan belum diteken,” pungkas Indri.
Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika juga ikut menyoroti pentingnya kerjasama dan sinergi, antara platform dan penerbit sebagai kunci utama keberlanjutan media.
“Sangat mutlak adanya kerjasama dan sinergi antara platform, dengan penerbit itu sendiri. Inilah kunci dari sustainability media,” ujar Wahyu.
Menurut Wahyu, pada kongres III AMSI di Bandung bulan Agustus 2023 lalu, seluruh anggota AMSI telah menyepakati perubahan AD/ART yang akan memberi ruang bagi pengurus nasional AMSI bernegosiasi, dengan platform secara kolektif atas nama media anggota yang skalanya kecil dan menengah.
Namun, tambah Wahyu, pada saat bersamaan, kita juga mulai mendengar kemunculan teknologi baru generativeAI yang ditandai dengan populernya Chat GPT.
“Kehadiran AI dan teknologi baru apapun sebaiknya jangan hanya ditanggapi dengan ketakutan, tapi juga dengan sikap optimistis karena teknologi punya potensi untuk dimanfaatkan kemajuan industri pers,” tutur Wahyu.
Hal ini pula ditanggapi oleh Apni Jaya Putra, AI Media Development TVOne.ai, berbagi pandangannya mengenai implementasi perkembangan AI di AMSI.
“Perkembangan AI diharapkan diimplementasikan di AMSI, untuk proses konsumsi media yang sangat individual dan waktu yang dibutuhkan semakin pendek,” kata Apni.
Begitu pula dengan Dian Gemiano Ketua Umum Indonesia Digital Association, memberikan perspektif terkait regulasi AI.
“Regulasi AI belum dibuat dan start-up AI sudah banyak, dengan pengguna yang semakin bertambah. Pertumbuhan ini berlangsung dengan cepat, ini hal yang positif, namun kita belum siap,” tandasnya.
Sekadar diketahui, diskusi ini dimoderatori oleh Helena Rea, Head of Project BBC Media Action. Kegiatan ini didukung oleh Minderoo Foundation, BNI, PT PLN, PT Telkom Indonesia, dan Astra Honda Motor (AHM). (*)

Tinggalkan Balasan