TERNATE, KAIDAH MALUT – Akademisi hukum Universitas Muhammadiyah Ternate Iskandar Yoisangadji meminta, Kepala Dinas Perhubungan Kota Ternate Mochtar Hasyim, untuk mengkaji kembali kebijakan penarikan retribusi di tepi jalan umum.
Retribusi yang ditarik sebesar Rp1.000 untuk kendaraan roda dua, sedangkan untuk roda empat sebesar Rp2.000.
Sebagaimana penjelasan Kadis Perhubungan, bahwa apabila,bpengguna kendaraan sudah membayar retribusi karcis saat melewati pos-pos yang dimaksud dan memperoleh karcis, maka karcis tersebut juga berlaku pada tempat parkir tepi jalan umum lainnya.
Menurutnya, pemberlakuan penarikan retribusi itu pula, kata kadis didasari Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir Ditepi Jalan Umum (PERDA No.13/2011).
Meskipun perda tersebut tidak menjelaskan apa itu parkir, tetapi berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 1 angka 15 menyebutkan, bahwa parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak, untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.
Sedangkan jalan umum menurut UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan pada pasal 1 angka 10 menyebutkan yang dimaksud Jalan Umum adalah Jalan, yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Dalam hal itu pula, kadis malah menyebut pemberlakuan penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum didasarkan pada PERDA Nomor 13/2011.
“Secara ekstensif penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum, dipersamakan dengan aktivitas berjalannya kendaraan bermotor,” kata Iskandar, Kamis, 08 Juni 2023.
Ia menuturkan, acuan yang dipakai kadis tidak ditemukan dalam perda tersebut.
“Tidak ada ketentuan yang mengatur perihal penagihan retribusi tepi jalan umum pada setiap pintu masuk, di kawasan Zona Ekonomi Terpadu (ZET),” tegas Iskandar.
Selain itu, penarikan retribusi parkir di tepi jalan umum dimaknai sama dengan penagihan retribusi, pada setiap pintu masuk kawasan Zona Ekonomi Terpadu (ZET) di Kota Ternate.
“Pemberlakuan retribusi tersebut bisa dikatakan tidak berdasar, jika tidak dihentikan, maka penarikan retribusi tersebut bisa disebut dengan pungli,” pungkasnya. (*)