HALSEL, KAIDAH MALUT – Relokasi warga Desa Kawasi, Halmahera Selatan, Maluku Utara mendapat sorotan dari Wakil Ketua DPC Peradi Jakarta Pusat Wilson Colling. Wilson menilai relokasi warga Desa Kawasi, merupakan hal yang serius dan krusial.
Pria asal Obi ini menyatakan, relokasi tersebut menyangkut eksistensi dan masa depan seluruh warga Desa Kawasi.
“Dan bukan hanya terkait dengan kepentingan bisnis Harita Group dan beberapa elite politik serta penguasa Desa Kawasi,” tuturnya, Ahad, 02 April 2023.
Oleh karena itu, sambung dia, wajar jika sebanyak mungkin komponen masyarakat Desa Kawasi berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pengujian. Salah satu pilihan adalah musyawarah mufakat oleh masyarakat kampung Kawasi.
Pendekatan proses konsensus untuk menentukan apakah akan merelokasi dan/atau pemindahan warga, merupakan wujud nyata.
Di mana itu membuka peluang masyarakat seluas-luasnya,.kemungkinan untuk berpartisipasi.
“Dan syarat pemindahan itu harus tercantum dalam peraturan daerah (Perda),” ujarnya.
Sebab, lanjut Wilson, Desa Kawasi merupakan desa tertua di Pulau Obi.
“Tidak mudah mencabut dari akar budaya dan identitas sebagai warga Desa Kawasi,” uca dia.
Menurutnya, masyarakat dapat mengetahui apa alasan objektif mengapa pemerintah dan perusahaan Harita Group, melakukan relokasi Desa Kawasi tersebut.
“Guna kepentingan hak-hak warga dan untuk mendapatkan kepastian hukum diatur dalam perda,” ungkapnya.
Hal itu terbukti banyak kritik pro dan kontra terjadi di kalangan masyarakat.
Di mulai dari para elite politik dan tokoh agama, tokoh adat, pemerintah desa dan lintas organisasi.
Semuanya mendatangi DPRD Halmahera Selatan, juga dari JATAM.
“Bahkan penolakan dari masyarakat Desa Kawasi rencana relokasi akan melakukan perlawanan,” timpalnya.
Ia menambahkan, pembangunan eco village tanpa transparansi, justru sangat merugikan penduduk Desa Kawasi, karena merampas hak-hak penduduk.
“Wajar mereka menyampaikan sikapnya, termasuk bila dipaksakan relokasi masyarakat akan melakukan perlawanan keras. Yang tentu saja perlawanan yang dimaksud di sini adalah mempertahankan hak-hak hukum mereka, tidak sebatas rumah ganti rumah semata. Ini persoalan bisnis yang meraup keuntungan yang besar, tidak bisa seenaknya merelokasi warga tanpa alasan yang pasti,” tegas Wilson.
Merelokasi warga Desa Kawasi membuat Wilson, mendapat banyak keberatan.
Masyarakat menyampaikan secara langsung maupun, melalui saluran WhatsApp dan lainnya.
“Oleh karena itu, sebagai orang Obi punya kewajiban moral menyampaikan secara terbuka terhadap pemerintah, maupun pihak perusahaan PT Harita Group. Masyarakat menyampaikan suara-suara itu secara langsung kepada saya, baik dari para tokoh maupun masyarakat biasa. Mereka tidak dalam rangka menghalangi investasi dengan penolakan rencana relokasi warga. Tapi karena proses rencana relokasi penuh dengan intrik dan siasat busuk pihak perusahaan PT Harita Group mengalihkan risiko kepada pemerintah daerah, bahwa rencana relokasi pemukiman warga desa merupakan program pemerintah daerah, sedangkan pihak PT Harita Group hanya sebagai pendukung program pemerintah. Yang artinya proses relokasi tidak berdasarkan alasan objektif guna menghindari hak dan kewajiban yang timbul di kemudian hari,” jabarnya.
Wilson menyarankan, pihak-pihak terkait perlu mengakaji ulang soal rencana relokasi warga Desa Kawasi.
Dengan melakukannya secara komprehensif melalui pendekatan sosiologis, antropologis dan akademis.
“Meminta pemerintah daerah dan pihak perusahaan PT Harita Group secara terbuka dan konkrit menyampaikan, kepada masyarakat alasan rencana relokasi pemukiman warga Desa Kawasi. Menyoal ganti untung bukan sebatas rumah ganti rumah, tetapi ada hak-hak lain yang perlu dipertimbangkan dan dibicarakan secara transparan. Ini urusan bisnis yang meraup keuntungan yang besar, bukan yayasan,” ujarnya.
Alasan objektif, kata dia, rencana relokasi pemukiman warga karena kegiatan tambang nikel PT Harita Group yang sudah mengepung pemukiman warga Desa Kawasi.
Alasan pemukiman warga saat ini sudah tidak ramah lingkungan yang telah menggradasi hak konstitusional masyarakat terganggu.
Di antaranya hidup sehat, menghirup udara segar dan lainnya telah dilanggar oleh pihak perusahaan, maka alasan objektifnya harus direlokasi.
“Jadi PT Harita Group jangan membuat karangan bebas alasan relokasi karena daerah tersebut rawan gempa bumi. Ini yang namanya siasat busuk,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan