KAIDAH MALUT – Kehadiran perusahaan tambang nikel milik Harita Group di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, telah meninggalkan jejak kotor di pulau itu.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dalam rilisnya menulis, perusahaan tambang nikel di Wawonii dioperasikan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Dari seluruh perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan di Pulau Wawonii, baru PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group, yang sedang beroperasi.

Operasi perusahaan tambang nikel ini telah menimbulkan daya rusak bagi warga dan lingkungan. Mereka menerobos lahan-lahan warga.

Warga pemilik lahan yang menolak tambang, mengalami kekerasan dan kriminalisasi, hingga mendekam di penjara.

Penerobosan lahan itu terjadi sejak 9 Juli 2019, 16 Juli 2019, 22 Agustus 2019, 19 Februari 2023, dan terbaru pada 9 Maret 2023.

Penerobosan yang berakibat pada kerusakan tanaman perkebunan warga. Jambu mete, cengkeh, pala, dan kakao, hingga kelapa milik warga hancur.

“Sedihnya, penerobosan lahan warga itu, seringkali mendapat kawalan aparat keamanan bersenjata lengkap,” tulis Jatam.

Hingga saat ini, tercatat setidaknya sudah 35 orang warga yang mendapat kriminalisasi oleh PT GKP.

Warga mendapat tuduhan pengrusakan, perampasan kemerdekaan, menghalangi operasi tambang, hingga pasal pencemaran nama baik menggunakan UU ITE.

Operasi PT GKP ini, juga telah mencemari sumber air warga.

Sungai Tambo Siu-Siu di Desa Sukarela Jaya, yang selama ini warga gunakan untuk mencuci, mandi, dan air minum, telah berubah warna kuning-kecoklatan.

“Itu terjadi, karena pembangunan jalan hauling perusahaan,” sebut pihak Jatam.

Warga terpaksa mencari sumber air lain, yang letaknya lebih jauh dari tempat tinggalnya. Itupun dengan kualitas air yang tidak lebih baik.

Selain itu, Mata Air Banda di Desa Dompo-Dompo, Desa Roko-Roko, Desa Bahaba, dan Desa Teporoko juga ikut tercemar akibat aktivitas perusahaan. Ratusan kepala keluarga dari empat desa kehilangan akses air bersih.

Setelah bertahun-tahun melawan pertambangan PT GKP, warga Wawonii akhirnya memenangi gugatan terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sekaligus Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan di PTUN Kendari.

Putusan pada Kamis, 2 Februari 2023 itu, mengabulkan semua gugatan warga Wawonii.

Dalam amar putusan PTUN Kendari, perkara No. 67/G/LH/2022/PTUN.KDI, menyebutkan batalnya keputusan Kepala Dinas PMD dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.

Keputusan PMD itu, tentang Persetujuan Perubahan izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT GKP pada 2019.

Pengadilan juga mewajibkan pemerintah terkait, untuk mencabut keputusan tersebut.

Salah satu yang menjadi pertimbangan hakim dalam putusan ini, adalah IUP PT GKP tidak lengkap dengan perubahan izin lingkungan.

Selain itu, putusan Mahkamah Agung No. 57/P/HUM/2022 tertanggal 22 Desember 2022 terkait Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan juga, memenangkan warga Pulau Wawonii.

Melalui putusan Mahkamah Agung ini, Pemerintah harus menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii.

Pasalnya, Perda RTRW sebelumnya, tidak ada alokasi ruang untuk pertambangan di Pulau Wawonii.

Meski warga menang gugatan, PT GKP justru membangkang. Mereka terus beroperasi, bahkan pada 9 Maret 2023 lalu kembali menerobos lahan warga di Mosolo Raya.

Menurut keterangan warga, PT GKP terus beroperasi dan mengangkut ore nikel ke Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Kini, operasi perusahaan Harita Group itu illegal, maka harus dihentikan. Mereka telah meninggalkan jejak kotor di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. (*)