JAKARTA, KAIDAH MALUT – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Sentral Koalisi Mahasiswa Maluku Utara (SKAKMMAT) menggelar unjuk rasa di depan Gedung KPK RI, jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin 31 Oktober 2022.

Dalam orasinya, massa aksi mengungkapkan, bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana lazimnya, merupakan suatu bentuk perbuatan yang tidak terpuji, dan diklasifikasi dalam bentuk kejahatan luar biasa yang dapat merugikan kehidupan masyarakat.

Korupsi di Indonesia telah membudaya sedemikian rupa dan berkembang secara sistemik, hampir disetiap lembaga pemerintah tidak terlepas dari praktik korupsi, diantaranya pejabat negara, pejabat daerah, dan pegawai negeri yang seharusnya berkhidmat untuk negara.

“Kami menilai mark up atau penggelembungan anggaran menjadi modus terbanyak yang dilakukan, dalam kasus korupsi di sektor kesehatan yang merugikan keuangan negara, dan juga penyalahgunanaan anggaran hingga penggelapan menjadi modus kedua terbanyak, dalam beberapa tahun terakhir di tanah air,” ungkap Vinot, Koordinator massa aksi.

Vinot bilang, dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi seperti penyalahgunaan wewenang tender obat senilai Rp2,2 miliar, yang melekat pada Dinas Kesehatan Halmahera Barat, Maluku Utara yang akhir-akhir ini menjadi sorotan bagi masyarakat.

Sebagaimana dalam perspektif hukum tindak pidana korupsi diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam upaya mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang tender obat, yang melekat pada instansi Dinas Kesehatan Halbar, saat ini tengah ditangani oleh Ditkrimsus Polda Malut yang masih dalam tahapan lidik dan akan memanggil, serta memeriksa Novelheins Sakalaty selaku Plt Kadis Kesehatan Halbar dan Soseno selaku Petugas Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Padahal, lanjut dia, sebelumnya Polres Halbar telah memanggil dan memeriksa kedua nama tersebut, dan sudah pada tahapan lidik oleh Polres Halbar, namun, setelah dilimpahkan ke Polda Malut masih tetap juga dalam tahapan lidik.

“Kami menilai upaya dari Polda Malut dalam mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi ini, lamban dalam proses pemanggilan serta proses pemeriksaan,” cetusnya.

“Dalam hal ini Mabes Polri harus segera mengambil alih dan menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi, dan juga mengevaluasi kinerja dari Polda Malut berserta Polres Halmahera Barat, agar tidak lamban dalam menindak oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Maluku Utara, lebih khsusunya Halmahera Barat yang diduga melibatkan Novelheins Sakalaty dan Soseno,” ujarnya.

Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang tender obat tersebut, KPK mestinya segera memanggil dan memeriksa keduanya. Sehingga bisa mengusut dan membongkar aktor utama dibalik kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah itu.

Sebagaimana UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang ketika itu, kejaksaan dan kepolisian dianggap tidak efektif dalam memberantas tindak pidana korupsi, sekaligus menjadi pencetus lahirnya lembaga KPK pada masa reformasi.

Dalam aksi tersebut, ada 3 poin yang menjadi tuntutan SKAKMMAT, yakni:

  1. Mendesak Mabes Polri segera ambil alih kasus dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang tender obat yang dilakukan Dinkes Halbar. Dimana dalam kasus tersebut telah merugikan negara sebesar Rp2,2 miliar. Ini disebabkan, lantaran Polda Malut terkesan lamban dan tidak bisa menyelesaikan kasus itu.
  2. KPK RI segera bongkar aktor utama dibalik kasus dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang tender obat DinkesHalbar yang merugikan negara sebesar Rp2,2 miliar.
  3. KPK RI segera panggil dan periksa Plt Dinas Kesehatan Halbar, Novelheins Sakalaty dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Soseno. Karena diduga kuat terlibat kasus korupsi penyalahgunaan wewenang tender obat yang merugikan negara sebesar Rp2,2 miliar. (*)