“Tanpa orang-orang kecil ini, Jenderal Besar Doughlas MacArthur tidak akan bisa mendapat informasi penting mengenai kelemahan Jepang dalam Perang Dunia II, yang membuka jalan bagi kemerdekaan di bulan Agustus. Dan tanpa orang Hiri, MacArthur,  jenderal besar sekutu itu tidak akan bisa mencapai kemenangan strategis dalam Perang Dunia II di Pasifik,” ujarnya.

Karena itu, peran orang-orang kecil seperti Abdul Basir inilah misi Klandestin Angkatan Laut Amerika tidak akan berhasil menguasai Jepang di kawasan ini. Oleh karena itu, Abdul Basir yang berjuang hingga menemui ajalnya di medan peperangan, medan juang, merupakan memori kolektif sebagai bagian terpenting proses kebangsaan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan 1945.

“Maka, melalui Kampung Ramadan II ini, kita perlu menegaskan bahwa Abdul Basir adalah pahlawan perintis Kemerdekaan Republik Indonesia. Kitalah yang harus memberikan pengakuan itu, karena itu adalah hak kita dalam melihat sejarah,” tegas Wawan.

Setelah membuka kegiata Kampung Ramadan II secara resmi oleh Lurah Tomajiko, Musa Ibrahim, masyarakat Tomajiko serta para undangan yang sedari awal hadir memakai peci hitam ramai-ramai berjalan membawa sang saka Merah Putih serta sebuah plang jalan bertuliskan “Jl. Abdul Basir, Pejuang Revolusi 1945” menuju titik atau pintu masuk Kelurahan Tomajiko. Di tempat itulah, mereka tancapkan plang jalan tersebut dengan teriakan “Abdul Basir, Merdeka”.