TERNATE, KAIDAH MALUT – Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang terjadi di TPS 01 Desa Lifofa, Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara, merupakan kesengajaan yang dilakukan oleh pemilih.
Hal ini diungkapkan oleh praktisi hukum, Abdul Kadir Bubu ketika diwawancarai pada Sabtu, 24 Februari 2024.
Menurutnya, pemilih atas nama Nur Dayan sengaja melakukan pencoblosan ulang di 2 TPS, yakni TPS 01 dan 04 karena berdasarkan surat undangan yang diberikan oleh pihak penyelenggara pemilu.
Abdul Kadir menjelaskan, antara dua nama yang berbeda yakni Nur Dayan dan Dayan adalah orang yang sama, hanya saja memiliki dua kartu tanda penduduk (KTP) dengan NIK yang berbeda pula.
Dalam konteks ini, publik tidak bisa menyalahkan KPU yang melakukan pendataan. Sebab, sambung dia, yang lebih tahu soal indentitas yakni yang bersangkutan sendiri.
“KPU melakukan pendataan lewat tim yang turun ke lapangan, dan KPU juga tidak bisa disalahkan karena ini adalah nama yang berbeda, NIK yang beda dan KK juga berbeda. Nah, yang jadi masalah di sini adalah yang bersangkutan, karena dia sendiri tahu kalau data yang beda itu adalah dia sendiri dan dia menerima undangan di TPS yang berbeda. Dan dia harus diberi sanksi karena ini adalah tindak pidana pemilu,” jelas Abdul Kadir.
Ia menegaskan, bahwa kasus ini adalah tindak pidana pemilu. “Karena dia (Nur Dayan) tahu dan sadar bahwa dirinya memiliki dua NIK, dan dia mendapatkan dua undangan yang berbeda,” tegasnya.
Semestinya, kata jebolan Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate itu, yang bersangkutan menolak salah satu surat undangan. Bukannya menerima dan melakukan pencoblosan dua kali di tempat yang berbeda.
“Seharusnya dia sampaikan satu saja, dan bilang kalau dia adalah Nur Dayan. Jadi pilih satu saja di antara dua undangan itu,” timpalnya.
Di sisi lain, Abdul Kadir juga meragukan kerja-kerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tidore Kepulauan. Pasalnya, dinas terkait bisa menerbitkan NIK berbeda kepada satu warga. Sehingga, dalam kasus persoalan indentitas penduduk, Disdukcapil harus bertanggungjawab.
“Apalagi warga harus melakukan perekaman terlebih dahulu. Dan sekarang itu kita pakai identitas tunggal yang berasal dari Disdukcapil,” cecarnya.
Persoalan ini pula, tak terlepas dari pengawasan Bawaslu. Adanya sistem by name by addrees, tentunya tim juga harus tahu saat mengantarkan surat undangan berbeda kepada orang yang sama.
“Waktu undangan itu diantarkan, pastinya tahu kan, bahwa nama Nur Dayan dan Dayan adalah orang yang sama. Paling tidak mereka juga pasti bertanya ke warga sekitar. Tetapi yang terjadi undangan pencoblosan tetap diserahkan, dan diterima oleh yang bersangkutan. Sementara petugas di lapangan justru membiarkan hal tersebut. Jadi problemnya di situ,” bebernya.
Prinsipnya, pemilih sadar ketika menerima undangan dan saat mendatangi TPS. Sehingga, disebut ini kesengajaan. Apalagi, pemilih sudah cukup dewasa.
Disentil apakah kasus ini ada kaitannya dengan partai politik, Abdul Kadir mengatakan, sejauh ini tidak belum ada, sebab, motif pemilu sekarang ini adalah pemilih mencari untung dan memanfaatkan momen.
“Pilihan transaksional tinggi sekali, dan bisa jadi begitu karena keadaan. Dan mirip juga terjadi seperti di Kota Ternate. Bisa jadi juga kasus yang sama terjadi di tempat lain, hanya saja tidak terkuak begitu. Parpol-parpol juga tidak bisa disalahkan kalau ketemu pemilih kayak begini, karena dia juga suka mentransaksikan pilihannya,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan