TERNATE, KAIDAH MALUT – Tim Advokasi Kekerasan untuk Keadilan Masyarakat Tobelo Dalam, pada 28 Maret 2023 resmi melaporkan dugaan kekerasan oleh oknum polisi ke Komnas HAM.

Laporan ini terkait dugaan kekerasan anggota polisi di Polres Halmahera Timur, Maluku Utara, terhadap Alen Baikole.

Alen Baikole merupakan anggota masyarakat suku Tobelo Dalam, yang mendiami wilayah Halmahera Timur. Polisi menangkapnya saat berada di lokasi kerjanya.

Polisi tidak menjelaskan alasan menangkap Alen Baikole.

Alen pun mengaku tak mengetahuinya, pasalnya tiba-tiba polisi melakukan penangkapan terhadapnya.

Berselang itu, polisi lalu nenetapkan Alen kemudian sebagai tersangka kasus pembunuhan pada tanggal 29 Oktober 2022, tepat di Lokasi Kebun Semilo, Desa Gotowasi, Kecamatan Maba Selatan, Halmahera Timur.

Akhirnya polisi menahan Alen di Mako Polres Haltim.

“Penetapan status tersangka Alen Baikole dituangkan dalam surat penetapan tersangka Nomor: Sp. Tap/34/III/Res 1.7/2023/Reskrim, Tanggal 22 Maret 2023,” tulis Tim Advokasi, dalam keterangan yang diterima Kaidah Malut, Kamis, 06 April 2023.

Tim Advokasi Kekerasan untuk Masyarakat Tobelo Dalam ini, tergabung dari PPMAN dan LBH Marimoi. Kedua lembaga ini pun telah mendapat kuasa dari Alen Baikole sebagai korban.

Istri Alen Trauma

Tim Advokasi menyebutkan, istri Alen yang berinisial Y beberapa kali berusaha menemui suaminya di Polres Haltim.

Bukannya mendapat pelayanan, tim Penyidik Polres Haltim lantas mengintrogasi Y.

Selama introgasi tersebut, Y diduga kuat mendapat tindakan intimidasi.

“Saudari “Y” mengalami intimidasi, intrograsi, (mereka) memaksa saudari “Y” untuk mengakui bahwa Alen benar telah melakukan pembunuhan pada tanggal 29 Oktober 2022,” ungkap Syamsul Alam Agus, ketua PPMAN.

Kendati terus ditekan penyidik, Y tetap tidak memberikan pengakuan atas keterangan yang diinginkan oleh polisi.

“Saksi Y berusaha meyakinkan penyidik bahwa Alen tidak melakukan pembunuhan, karena pada waktu peristiwa disebutkan Alen sedang bersama “Y”,” ujarnya.

Dia bilang, demi menakuti Y, Anggota kepolisian menunjukan video suaminya, di mana tangan suaminya dalam kondisi diikat di sebuah kursi.

Polisi kemudian mengancam akan memenjarakan “Y” selama tujuh tahun, jika tidak mengakui bahwa suaminya terlibat dalam kasus pembunuhan.

Syamsul menilai, tindakan intimidasi, tekanan dan ancaman ini telah melanggar Peraturan Kapolri (PERKAP) Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009

Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang terdapat pada Pasal 11 huruf a, huruf b, huruf d, huruf G, Huruf I dan huruf J.

“Kedatangan Tim Advokasi Untuk Keadilan Masyarakat Tobelo Dalam, diterima oleh Komisioner Komnas HAM Bapak Hari Kurniawan,” ujarnya.

Menurut Syamsul, dalam pertemuan itu, Hari Kurniawan menyampaikan bahwa Komnas HAM segera memberikan perlindungan hukum bagi tersangka, agar hak-haknya sebagai tersangka dapat terpenuhi.

“Selain itu kami juga akan melakukan koordinasi dengan lembaga HAM yang lainnya agar dapat memantau kasus ini dengan baik,” tandasnya.

Sementara Maharani Caroline, Ketua Tim Advokasi untuk Keadilan Masyarakat Adat Tobelo Dalam, mengatakan, bahwa tindakan Kepolisian Polres Halmahera Timur (Buli) yang membatasi advokat untuk bertemu, berbicara dengan Alen Baikole merupakan tindakan pelanggaran hukum.

“Sikap kepolisian Polres Halmahera Timur tidak telah melanggar aturan hukum, melakukan penangkapan dan penahanan yang tidak melalui prosedure hukum yang baik dan benar,” cetus Rani, Kamis, 06 April 2023.

Rani mengaku ada tindakan menutup atau membatasi akses pihaknya saat bertemu dan memberikan informasi hukum kepada Alen, dengan cara mengulur-ulur waktu, dikawal dan diawasi oleh polisi.

“Tim kami hanya diberi waktu kurang lebih lima (5) menit untuk bertemu dengan Alen,” ungkapnya.

Ia memastikan, Tim Advokasi Untuk Keadilan Masyarakat Tobelo Dalam, akan terus mengawal laporan atas perilaku aparat Kepolisian ini di tingkat Nasional.

Menurut Rani, mereka juga akan melaporkannya ke berbagai lembaga dan juga Komisi 3 DPR-RI untuk mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.

“Sikap kesewenangan yang dilakukan Kepolisian Polres Halmahera Timur, di mana pada hari yang sama, kami juga mendatangi Propam Mabes Polri untuk melaporkan tindakan Kekerasan, kesewenangan, ancaman dan intimidasi yang dialami oleh tersangka Alen,” pungkasnya.

Polisi Membantah Tudingan

Terpisah, Kapolres Halmahera Timur, AKBP Agus Setyo Hermawan melalui Kasi Humas, IPTU Maskun Abdukish menepis adanya isu pemukulan dan intimidasi terhadap tersangka.

“Terkait isu adanya pemukulan dan intimidasi, kita sudah ambil langkah dengan membentuk tim pemeriksaan internal dari Propam,” kata Maskun melalui WhatsApp, Jumat, 07 April 2023.

Dari hasil pemeriksaan itu, Maskun mengaku tidak ada pemukulan maupun intimidasi.

“Kemudian juga dalam rangka penyidikan yang prosedural dan profesional, kita juga membentuk tim pengawasan dalam proses sidik,” terangnya.

Tim URKES Polres Haltim pun rutin melakukan pengecekan kesehatan para tersangka.

“Dan kita juga memerintahkan tim URKES Polres, untuk setiap hari memeriksa kesehatan para tersangka yang kita tahan,” tukasnya. (*)