TIDORE, KAIDAH MALUT – Polresta Tidore Kepulauan, Maluku Utara, melalui Unit Propam melakukan pemanggilan terhadap korban dugaan penganiayaan, Dahlan A. Rahman warga Kelurahan Dokiri, Kecamatan Tidore Selatan.
Dahlan merupakan korban dugaan penganiayaan oleh tersangka Djainal Hadi, pada 18 Oktober lalu.
Korban dimintai klarifikasi oleh Propam berdasarkan surat nomor: B/448/XI/2023/Resta Tidore tanggal 19 November 2023.
Pemanggilan terhadap korban menyusul pemberitaan yang ditayangkan melalui media online Kaidah Malut, pada 06 November 2023 dengan judul “Keluarga Korban Penganiyaan di Dokiri Tidore Diancam, Dipaksa Tandatangan BAP” dan pemberitaan pada 07 November 2023 dengan judul “Sempat Marahi Keluarga Korban, Kasat Reskrim Polresta Tidore Dinilai Arogan”.
Salah satu anak korban bernama Lukman Dahlan saat dikonfirmasi, Ahad 19 Oktober 2023 membenarkan pemanggilan terhadap ayahnya.
“Ia kami menerima surat untuk klarifikasi pemberitaan di media online Kaidah Malut. Waktunya itu besok Senin 20 November 2023 jam 9 pagi,” kata Lukman.
Terpisah, Praktisi hukum Abdul Kadir Bubu kepada media ini mengatakan, polisi semestinya klarifikasi pemberitaan melalui media yang dimaksud dengan menggunakan hak jawab.
“Kalau permintaannya ke warga sipil (korban) itu tidak boleh. Karena ini kan aduan korban ke pers semestinya kepolisian menggunakan hak jawab di media tersebut,” kata Abdul Kadir Bubu.
Abdul khawatir, jika korban memenuhi panggilan tersebut, kemudian merasa tertekan sehingga memberi jawaban wartawan membuat berita hoaks.
“Sebaiknya si korban jangan datang dan menyatakan bahwa ini adalah pemberitaan pers, dan hasil klarifikasi bisa melalui pers pula dengan mekanisme hak jawab,” terangnya.
Kalau pemberitaan yang dibuat pers lantas diklarifikasi oleh yang bersangkutan (korban), dengan menggunakan kekuatan kekuasaan, maka, kata dia, itu akan menjadi masalah. Padahal pihak kepolisian bisa menggunakan hak jawab melalui media yang memuat berita.
“Inikan cukup diklarifikasi dan tidak perlu ada pemanggilan. Clear-kan? Jangan lagi memanggil korban,” ucap Abdul.
Menurut Dosen Hukum Unkhair Ternate itu, dengan pemanggilan seperti itu, masyarakat sudah cukup tertekan, belum lagi adanya intorgasi Propam berdasarkan poin-poin yang dimaksud.
“Meskipun masyarakat berkata demikian soal pelayanan kepolisian, tetapi ketika diperhadapkan dalam situasi seperti ini pun, pasti tertekan. Cara semacam ini tidak tepat. Ketika polisi memanggil orang atas pemberitaan pers lantas yang dipanggil masyarakat dan itu bukan atas laporan tindak pidana, maka ini tidak bisa dilakukan. Ini absolut pemberitaan pers, maka klarifikasinya menggunakan mekanisme sesuai UU Pers. Dan tidak boleh memanggil orang dengan cara begitu,” jelasnya.
Abdul mendesak Kapolda Maluku Utara, untuk segera memberi pembinaan terhadap jajarannya dengan teguran. Sebab, hal seperti ini bagi institusi kepolisian justru tidak baik. Selain itu, bisa pula ada dugaan intimidasi yang terjadi terhadap warga tersebut.
“Meskipun tidak diintimidasi, tetapi orang pasti sudah merasa diintimidasi. Karena secara psikis dengan adanya surat pemanggilan tersebut, warga tersebut merasa terintimidasi,” bebernya.
Polresta Tidore mengambil langkah yang tidak tepat dalam masalah ini. Sebagai institusi juga harus menghargai kerja-kerja pers, karena wartawan dilindungi dengan UU Pers.
“Ini demokrasi, pers juga melakukan pemberitaan itu dengan kontrol dan semacam ini sudah tepat, apalagi ada bukti-bukti di lapangan. Klarifikasi bisa saja dilakukan, kecuali ada laporan dari masyarakat kepada pihak kepolisian, kemudian dipanggil atas laporan itu. Kalau pers yah jalurnya ke media pers tersebut, bukannya ke masyarakat yang jadi korban dong,” pungkasnya.
Terpisah, Kapolresta Tidore Kepulauan Kombes Pol Yury Nurhidayat saat dikonfimasi, soal pemanggilan klarifikasi tersebut, ikut membenarkan.
Kata Yury, pemanggilan korban guna menanyakan apakah benar perlakuan mantan Kasat Reskrim Iptu Redha Astriani, terhadap keluarga korban sama halnya yang diberitakan.
Yury juga menegaskan, pemeriksaan terhadap saksi-saksi sudah dilakukan.
“Ini tidak ada kaitannya dengan Kasat Reskrim yang dipindahtugaskan. Karena mutasi kasat itu kewenangan Polda. Nanti kalau sudah lengkap hasil pemeriksaan dari Propam, baru kita sampaikan. Biarkan Propam bekerja,” tandas Yury. (*)

Tinggalkan Balasan