“Jadi dalam kasus ini, semua pihak ini harus bertanggungjawab. Tidak bisa hanya terdakwa,” ujarnya.
Ia bilang yang jadi pertanyaan saat ini, yaitu siapa yang memalsukan dokumen?
Apakah operator silon? Ataukah pengurus partai? Sementar, terdakwa hanya seorang operator silon yang bertugas mengunggah.
“Apakah inisiatif dia atau dia juga menerima foto itu dari pengurus partai lalu diupload? Yah, isu hukumnya saya pikir di situ,” sentilnya.
Sebelumnya, saksi yang juga Ketua PAN Tidore Umar Ismail memang mengakui telah memerintahkan terdakwa, untuk menginput data dan foto Mindrawati ke nama Siti yang saat itu tercatat sebagai bacaleg PAN. Namun diketahui, foto dan nama nyatanya dimanipulasi oleh terdakwa.
Mirisnya lagi, arahan Umar Ismail ke Ibnu justru menjermuskan Ibnu menjadi tersangka oleh Polresta Tidore. Sementara, posisi Umar, sampai saat ini hanya sebagai saksi.
Apabila, JPU tidak bisa mendefiniskan manipulasi foto masuk ke kategori dokumen, mengapa kasus ini harus disidangkan? Ini pun, bisa jadi tanda tanya besar untuk pihak jaksa.
“Ini kan ada pengakuan kalau foto berasal dari pengurus partai. Harusnya pengakuan ini didalami. Jika jaksa sulit mendefinisikan memalsukan foto masuk sebagai kualifikasi dokumen atau tidak. Mengapa kasus ini bisa disidangkan. Itu berarti ada keyakinan, jika foto bagian dari yang dimaksud dokumen,” bebernya.
Ditanya apakah ada potensi muncul tersangka baru, Hendra menuturkan, fakta persidangan menentukan apakah ada tersangka baru atau tidak. sementara foto, itu bisa diskualifikasi sebagai pemalsuan dokumen.
Kasus ini masih ada beberapa tahapan, sehingga ia memilih menunggu hasil persidangan.
“Kita lihat saja nanti, bagaimana fakta persidangan nanti,” tandasnya. (*)