TERNATE, KAIDAH MALUT – Polemik dugaan pemalsuan dokumen caleg PAN Tidore Kepulauan terus mendapat sorotan. Meski sudah memasuki sidang ketiga di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, namun mekanisme hukum masih dinilai menjanggal.
Akademisi Universitas Khairun Ternate Abdul Kadir Bubu menyebutkan, awal kasus ini terkuak keterlibatan Ketua DPD PAN Tidore Umar Ismail sudah terlihat jelas. Bahkan, bakal calon yang menggunakan foto orang lain, itu atas perintah pimpinan partai.
Dalam kasus ini juga, sangat sulit jika Umar dilepaskan dari jeratan hukum. Apalagi, Umar merupakan pimpinan dari admin pengelola data yang sudah dijadikan terdakwa.
“Sedari awal kan dia (Umar Ismail) tahu kalau itu dipalsukan, dan setiap pencalonan itu pasti ketua lebih tahu dan pastinya harus melalui restu ketua partai. Sementara yang ditetapkan itu cuma operator, dan yang dilakukannya atas perintah ketua,” ungkap Abdul Kadir Bubu, Kamis, 12 Oktober 2023.
Operator atau admin hanya menjalankan perintah sesuai arahan pimpinan, sementara jika dalam kasus ini lantas admin yang dijadikan tersangka, itu justru sangat aneh.
“Kuasa yang dia (operator) dapat itu dari ketua partai, karena dia (operator) tidak punya kuasa dan hanya menjalankan perintah, termasuk mengadministrasikan pencalonan,” terangnya.
Menurutnya, ketua partai lebih mengetahui soal calon-calon yang ada di internal partai. Sehingga sangat jelas jika ketua partai terlibat langsung dalam pemalsuan dokumen tersebut.
“Bahkan caleg yang bersangkutan itu juga kan dari awal sudah menolak, tetapi itu dipaksakan oleh ketua partai untuk masuk dengan memalsukan seluruh dokumen,” jelasnya.
Artinya, sambung dia, proses adminsitrasi yang dilakukan admin sesuai arahan ketua partai dan ini masuk kategori ilegal.
Baca halaman selanjutnya…
“Ketua PAN Tidore tidak bisa dilepas dari jeratan hukum. Kalau misalnya operator sudah ditetapkan tersangka, maka aneh juga kalau ketuanya dilepaskan. Anehnya karena dia (ketua) yang memerintahkan,” cercanya.
Abdul Kadir Bubu juga menyentil proses kerja penyidik Gakkumdu Polresta Tidore Kepulauan, yang terkesan melindungi ketua partai, Umar Ismail.
Penyidik semestinya mengetahui garis partai antara ketua dan seorang operator yang tingkatannya jauh. Sehingga, mustahil bagi operator mengambil tindakan sendiri tanpa ada perintah ketua partai.
Sementara, lanjut dia, ketua partai juga bertindak sebagai pengontrol pencalonan.
“Saya merasa tidak masuk akal kalau Ketua PAN Umar Ismail dilepaskan dari jeratan hukum, dan hanya operator yang ditetapkan sebagai tersangka,” tuturnya.
Polresta Tidore sebagai penegak hukum terkesan melindungi Umar Ismail. Padahal, keterlibatan ketua partai sudah jelas adalah dalang. Sementara operator yang menjadi terdakwa adalah korban.
Polisi harus segera menetapkan Ketua PAN Tidore sebagai tersangka. Karena kalau tidak, sambung Bubu, itu artinya polisi juga ikut melindungi Umar Ismail.
“Karena proses penyidikan itu di mulai dari garis komando politik, yakni ketua partai. Operator tidak bisa ditetapkan tersangka karena ia tidak bergerak sendiri. Polresta juga tidak boleh melempar persoalan ini ke Bawaslu, karena proses penyelidikan dan penyidikan harus komprehensif. Orang yang ada di sana juga ada perwakilan Bawaslu jadi pasti tahulah komando garis politik,” ujarnya.
Ia menegaskan, Ketua PAN telah melakukan kriminal atas dugaan kasus tersebut.
“Ini ada unsur kesengajaan untuk melindungi Ketua PAN Tidore, dan ketua sudah melakukan kriminal,” tukasnya. (*)

Tinggalkan Balasan