“Ketua PAN Tidore tidak bisa dilepas dari jeratan hukum. Kalau misalnya operator sudah ditetapkan tersangka, maka aneh juga kalau ketuanya dilepaskan. Anehnya karena dia (ketua) yang memerintahkan,” cercanya.
Abdul Kadir Bubu juga menyentil proses kerja penyidik Gakkumdu Polresta Tidore Kepulauan, yang terkesan melindungi ketua partai, Umar Ismail.
Penyidik semestinya mengetahui garis partai antara ketua dan seorang operator yang tingkatannya jauh. Sehingga, mustahil bagi operator mengambil tindakan sendiri tanpa ada perintah ketua partai.
Sementara, lanjut dia, ketua partai juga bertindak sebagai pengontrol pencalonan.
“Saya merasa tidak masuk akal kalau Ketua PAN Umar Ismail dilepaskan dari jeratan hukum, dan hanya operator yang ditetapkan sebagai tersangka,” tuturnya.
Polresta Tidore sebagai penegak hukum terkesan melindungi Umar Ismail. Padahal, keterlibatan ketua partai sudah jelas adalah dalang. Sementara operator yang menjadi terdakwa adalah korban.
Polisi harus segera menetapkan Ketua PAN Tidore sebagai tersangka. Karena kalau tidak, sambung Bubu, itu artinya polisi juga ikut melindungi Umar Ismail.
“Karena proses penyidikan itu di mulai dari garis komando politik, yakni ketua partai. Operator tidak bisa ditetapkan tersangka karena ia tidak bergerak sendiri. Polresta juga tidak boleh melempar persoalan ini ke Bawaslu, karena proses penyelidikan dan penyidikan harus komprehensif. Orang yang ada di sana juga ada perwakilan Bawaslu jadi pasti tahulah komando garis politik,” ujarnya.
Ia menegaskan, Ketua PAN telah melakukan kriminal atas dugaan kasus tersebut.
“Ini ada unsur kesengajaan untuk melindungi Ketua PAN Tidore, dan ketua sudah melakukan kriminal,” tukasnya. (*)