Selasa, 26 November 2024

JATAM Ingatkan OJK dan BEI Soal Kejahatan Lingkungan Harita Group

Kawasan Desa Kawasi di Pulau Obi, Halsel yang diambil Ahad, 26 Maret 2023 (Foto: Humas Harita/Kaidahmalut)

TERNATE, KAIDAH MALUT – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), terkait kejahatan lingkungan Harita Group.

Peringatan ini, terkait rencana penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) oleh PT Trimegah Bangun Persada, perusahaan tambang nikel milik Harita Group di Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

JATAM telah mengirimkan surat kepada kedua lembaga tersebut.

“Banyak hal yang menjadi pertimbangan kamimengirimkan surat kepada OJK dan BEI,” kata Koordinator JATAM, Melky Mahar, Jumat, 31 Maret 2023.

Antara lain isi surat tersebut, katanya, yakni tentang IPO saham PT Trimegah Bangun Persada (TBP), berlangsung di tengah meluasnya kerusakan lingkungan dan derita warga di Kawasi.

Menurut JATAM, operasi seluruh perusahaan di bawah naungan Harita Group, telah meluluhlantakkan wilayah daratan.

“Seluruh kebun masyarakat hancur,” ucap Melky.

Seluruh perusahaan itu adalah PT TBP bersama PT Gane Sentosa Permai, PT Halmahera Persada Lygend, PT Megah Surya Pertiwi, dan PT Halmahera Jaya Feronikel di Pulau Obi.

Tidak hanya itu, seluruh perusahaan itu telah mencemari sumber air, air sungai, dan air laut.

Operasional semua perusahaan itu juga, telah mengakibatkan pencemaran udara, karena debu dan polusi yang berdampak pada kesehatan warga.

Keberadaan perusahaan-perusahaan itu, mengakibatkan terjadinya konflik sosial dan kekerasan terhadap warga, yang mempertahankan ruang hidupnya.

“Perusahaan-perusahaan itu juga telah mencaplok lahan warga secara sepihak,” kata Melky.

Dalam praktiknya, semua anak perusahaan Harita Group itu, tidak pernah bernegosiasi dan ganti rugi lahan warga yang adil.

Setidaknya, Lili Mangundap dan empat keluarga pemilik lahan di Kawasi mengalami itu.

Pihak perusahaan melakukan ganti rugi secara paksa dan sepihak, hanya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Halmahera Selatan Nomor 117 Tahun 2017, yang mengatur harga untuk tanaman jambu.

Melky menjelaskan, rincian harga itu, per satu pohon jambu berbuah hanya Rp75 ribu, tidak berbuah Rp35 ribu, dan yang kecil atau anakan seharga Rp6 ribu.

Sementara di luar jenis tanaman itu, pihak dianggap tidak bernilai secara ekonomis.

JATAM menyebut, hampir setiap hari ada anak-anak kecil dan dewasa harus menjalani perawatan di fasilitas kesehatan desa l, yang peralatan medisnya tidak lengkap.

“Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), menjadi masalah serius di Kawasi. Kebanyakan adalah balita,” sebut Melky.

Dari seluruh fakta itu, membuktikan operasi PT TBP dan seluruh anak perusahaan Harita Group, tidak mematuhi prinsip-prinsip Environment, Social, dan Governance (ESG).

“Maka, jika rencana IPO saham PT TBP harus berlanjut, pihak perusahaan harus menerbitkan pernyataan tertulis secara terbuka,” imbuhnya.

Pernyataan itu, sebagai wujud tanggung jawab atas seluruh tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang sudah mereka lakukan.

“Juga untuk memastikan agar infrastruktur ekologis pulau dan perairan pesisir tetap terjaga,” urainya.

Melky menambahkan, JATAM juga mengingatkan, OJK dan BEI wajib bertanggung jawab, atas kerusakan ekologis dari investasi PT TBP di Pulau Obi dan perairannya. (*)