HALTENG, KAIDAH MALUT – Gugatan atas perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan salah satu warga atas nama Hj. Sutirah, kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, berlanjut hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, Selasa, 24 Januari 2022.
Gugatan itu diajukan melalui kuasa hukumnya, Muhammad Thabrani dan Sartono.
Thabrani dalam keterangan tertulisnya menjelaskan, gugatan PMH diajukan karena Pemda Kabupaten Halmahera Tengah telah menyerobot dua lahan milik kliennya.
Lahan yang diserobot itu telah bersertifikat SHM No. 0075 dan SHM No. 0779, dengan masing-masing luas 1452 m2 dan luas 756 m2.
Namun, oleh Pemda Halmahera Tengah, lahan yang diserobot itu kemudian dipakai dalam rangka membangun jalan masuk dan Gapura GOR Fogoguru di Kota Weda.
“Itu dilakukan tanpa pembebasan lahan untuk kepentingan umum dan atau, pelepasan hak dari pemiliknya yaitu klien
kami,” ungkap Thabrani.
Tindakan Pemda Halmahera Tengah ini, melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, jo. PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Tindakan Pemda Halmahera Tengah itu juga, melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) seperti asas kepastian hukum, asas kecermatan dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
Ketiga asas yang dilanggar tersebut, di antaranya Pemda Halmahera Tengah dalam pembangunan proyek jalan masuk dan gapura GOR Fogoguru, di atas lahan milik Hj. Sutirah justru tidak dilandasi oleh peraturan perundang-undangan terkait.
Kemudian, tidak didukung informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas tindakan
administratifnya, dan telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang berupa, melampaui wewenang dan mencampuradukkan wewenangnya.
“Hal itu terbukti dari LAHP Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara. Berdasarkan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pejabat pemerintahan, menegaskan bahwa pelanggaran atas larangan penyalahgunaan wewenang dikenakan sanksi administratif berat,” timpalnya.
Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) Nomor: B/0303 LM.29-30/0010.2022/VIII/2022 tanggal 29 Agustus 2022, menyatakan bahwa, telah terjadi maladministrasi kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum dalam bentuk penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pemda Halmahera Tengah.
Untuk itu Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara memberikan tindakan korektif, dengan memerintahkan Pemda Halmahera Tengah Halteng, untuk menghentikan proses pembangunan di atas lahan milik Hj. Sutirah sebelum adanya, penyelesaian tahapan pengadaan tanah dengan pemilik.
“Namun sampai gugatan ini kami ajukan, Pemkab Halteng tidak mematuhi perintah korektif dari Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara tersebut,” cetus dia.
Thabrani menyebutkan kliennya selaku pemilik lahan mengalami kerugian materiil dan immateriil, karena tidak bisa mengelola dan memanfaatkan lahan miliknya sejak diserobot, dan dikuasai oleh Pemda Halmahera Tengah.
“Oleh karena itu, kami tuntut ganti rugi berupa kerugian materiil sebesar Rp226.189.996 dan kerugian immateriil sebesar Rp2 miliar,” tegasnya.
Ia menambahkan, tuntutan kliennya dalam gugatan sebenarnya sederhana. Yaitu, Pemda Halmahera Tengah menghentikan dan tidak melanjutkan proses pembangunan di atas lahan milik penggugat.
Pemda Halmahera Tengah juga harus melakukan rehabilitasi atas lahan milik penggugat, sebagaimana dalam keadaan semula sebelum
dilakukan proyek pembangunan jalan masuk dan gapura GOR Fogoguru.
“Apa itu rehabilitasi? rehabilitasi merupakan pemulihan hak klien kami selaku pemilik lahan, dalam keadaan semula seperti sebelum tindakan pemerintahan dilakukan oleh Pemkab Halteng,” pungkasnya.
Sebelumnya, selaku kuasa hukum, Sartono pun pernah meminta atensi Inspektorat Halmahera Tengah, dan BPKP Perwakilan Maluku Utara pada tanggal 09 November 2022 lalu, untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap Pemda Halmahera Tengah. Dimana saat itu, Pemda Halmahera Tengah dinyatakan telah melakukan tindakan maladministrasi penyalahgunaan wewenang. (*)

Tinggalkan Balasan