TERNATE, MALUT KAIDAH – DPRD Kota Ternate menggandeng Keluarga Malamo Ternate (Karamat), Pusat Studi Mahasiswa Kota Ternate (Pusmat) dan Buku Suba Institute, untuk melakukan pembobotan Rancangan Awal (Ranwal) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Ternate 2021-2026.
“DPRD belum menemukan hal-hal substantif yang menjurus ke pengertian budaya dan kebudayaan di dalam dokumen Ranwal RPJMD, maka DPRD mengajak kami bersama-sama membobotinya,” kata Presidium Madopolo (Koordinator Presidium) Karamat, M Ronny Saleh.
Menurut Ronny Saleh, pihaknya bersama dua lembaga itu dan DPRD lebih fokus menelaah isu budaya. Di dalam Ranwal RPJMD Kota Ternate 2021-2026 dalam bidang kebudayaan, tidak mengakomodir dua amanat penting.
Kedua amanat penting itu, kata Ronny, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, tentang kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa. Kemudian, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Ternate 2005-2025 tentang mewujudkan pembangunan kota budaya dan sejarah.
“Ada lima misi di dalamnya, yakni pembangunan kota budaya, nilai nilai luhur budaya Kota Ternate, peningkatan karakter masyarakat, pengembangan kelompok budaya dan peningkatan pemahaman nilai ajaran agama,” jelasnya.
Selain itu, kata Ronny, ada beberapa catatan penting lagi yang mereka temukan di dalam dokumen RPJMD bahwa, uraian dari butir ke 4 dan 8 di halaman 163 tidak mengarah pada pengertian budaya yang sebenarnya, melainkan instrumen budaya.
“Dalam narasi tersebut diartikan sebagai aktivitas ekonomi kreatif berbasis komunitas saja,” ungkapnya.
Ia menuturkan, Kota Ternate ini identitas budayanya sangat kuat, karena adanya lembaga kesultanan sebagai instrumen budaya Ternate yang tidak diakomodir di dalam narasi RPJMD.
“Kelembagaan sosial dan kearifan lokal menjadi konsentrasi kita, karena definisi dari kelembagaan sosial yang dimuat dalam RPJMD itu masih pada narasi yang bias, tidak tertuju pada definisi atau narasi kelembagaan sosial yang menuju pada instrumen budaya yang sesungguhnya, sehingga nantinya bias pada penjabaan program,” kata dia.
Menurut Ronny, kelembagaan sosial yang mereka amati di dalam RPJMD Kota Ternate itu, lebih tertuju pada pengembangan budaya yang bersifat komunitas, sementara makna budaya sesungguhnya jika dilihat dari definisi kelembagaan sosial adalah kadaton (keraton), karena itu adalah bagian dari lembaga sosial, dan itu merupakan unsur budaya yang umurnya sudah beratus tahun.
“Tapi di dalam dokumen RPJMD ini tidak dimasukan. Kami khawatir, karena di narasi awal yang definisinya tidak tepat. Nah itu nantinya bias pada program,” ujarnya.
Perihal bingkai kearifan lokal dan adat seatorang (adat dan aturan) juga itu tidak tepat, sehingga yang diboboti adalah bagaimana mengharapkan kepada Pemkot Ternate, agar rancangan RPJMD ini sesuai dengan karakteristik budaya Ternate.
“Harapan kami, usai melakukan pembobotan RPJMD bersama dengan DPRD ini, semoga dapat disampaikan ke Pemerintah Kota Ternate secara kelembagaan yang memiliki fungsi eksekutif,” harapnya.*