Penulis: Ridha Angga Kadir
Ruangannya tak begitu besar, layaknya ukuran makam pada umumnya. Ya, itulah yang dibuat oleh warga di Kelurahan Sulamadaha, tepatnya umat kristiani di Tabanga.
Warga setempat sengaja membuat ruang kecil berukuran 3 meter, dan meletakan peti mati yang pernah digunakan mendiang Sultan Mudaffar Sjah. Peti mati berbahan kayu itu, pernah digunakan untuk jasad almarhum Sultan, ketika dibawa dari Jakarta menuju Ternate.
Peti itu diletakan di samping Gereja Protestan Maluku (GPM) Soa Tabanga. Jemaat di situ, menamakannya pendopo. Dindingnya dicat berwarna kuning, dan dipagari. Petinya juga disimpan di dalam kaca bening, lantainya berkeramik dan di dinding terdapat foto almarhum Sultan Ternate ke-47.
Kata para jemaat dan tokoh agama setempat, pendopo itu sebagai bentuk penghormatan mereka kepada almarhum.
Pendopo itu juga, menjadi simbol hubungan erat antara Gereja Soa Tabanga dan Kesultanan Ternate.
Kata pendeta GPM Soa Tabanga, Mieske Fransiska Peea, pendopo itu memiliki nilai sejarah yang kuat.
“Peti mati ini adalah milik mendiang Sultan yang berpulang pada tahun 2015 yang dibawah dari jakarta. Sultan-lah yang membeli tanah gereja ini sekaligus membangunnya. Pendopo ini adalah bentuk penghormatan kepada bapak Sultan,” ungkap Mieske mengisahkan asal mula pendopo itu dibangun.
Sedangkan cat berwarna kuning pada pendopo dan gereja, itu mencerminkan ciri khas Kesultanan Ternate yang dikenal dengan simbol-simbol budaya dan adatnya.
GPM juga kerap disebut masyarakat dengan sebutan gereja kesultanan. Ini, kata Mieske, secara otomatis telah menggambarkan hubungan harmonis antara keberadaan gereja dengan tradisi dan budaya Kesultanan Ternate.
“Jadi orang-orang indentik menyebut gereja ini adalah gereja kesultanan, warna cat gerejanya juga kuning sebagai sebagai warna khas Kesultanan Ternate,” tambah Mieske.
Pada prinsipnya, keberadaan gereja Soa Tabanga dan pendopo peti mati Sultan Ternate, adalah menggambarkan harmoni budaya yang ada di Ternate. Sebagaimana sebutan balakusu se kano-kano, yang mengacu pada masyarakat adat Kesultanan Ternate.
Pendopo ini pula, menjadi simbol keabadian nilai toleransi, penghormatan pada sejarah, dan komitmen menjaga harmoni antarumat beragama di Ternate. (*)