TIDORE, KAIDAH MALUT – Flinders University didukung oleh para ahli dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPPSDMKP) menyelenggarakan, kegiatan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) lokal dalam konservasi dan pengelolaan warisan budaya bawah air, yang dilakukan pada 17-18 Juli 2025.
Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, dan Kementerian Kebudayaan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Daud Muhammad saat membuka kegiatan tersebut mengatakan, ini merupakan bagian dari proyek riset internasional berjudul “Revisiting Salvaged and Looted Shipwreck Sites in Indonesia: An Integrated Management Framework for Safeguarding Underwater Cultural Heritage”.
Ini juga sudah dikoordinasikan oleh Nia Naelul Hasanah Ridwan dari Flinders University, Australia dan BPPSDMKP serta KKP.
“Proyek ini berada dalam payung besar Australia Research Council (ARC) Linkage Project bertajuk “Reuniting Orphaned Cargoes: Underwater Cultural Heritage of Maritime Silk Route” yang dipimpin oleh Assoc. Prof. Dr. Martin Polkinghorne, Flinders University. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman lokal, tentang pentingnya artefak dan situs bawah air sebagai warisan sejarah,” ungkapnya, Senin, 21 Juli 2025.
Selain itu, sambung Daud, ini juga sebagai upaya memperkenalkan praktik terbaik konservasi dan pengelolaan artefak di bawah air, mendorong partisipasi masyarakat dalam pelestarian warisan budaya bawah air berkelanjutan, melibatkan masyarakat dan menguatkan kolaborasi antarpemangku kepentingan, dalam pengelolaan warisan budaya bawah air dan menyesuaikan praktik konservasi, dengan peraturan nasional serta prinsip UNESCO 2001 Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage.
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, dan diikuti oleh 25 peserta dari berbagai instansi dan komunitas lokal, termasuk perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tidore, Dinas Perikanan Tidore, Museum Sonyine Malige, Kesultanan Tidore, Kelurahan Soasio dan Tongowai, komunitas nelayan, penyuluh KKP, serta pegiat komunitas selam dan ekonomi kreatif Tidore.
Di hari pertama, diisi dengan kuliah umum oleh para pakar. Kegiatannya berlangsung di Aula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tidore yang menghadirkan sembilan pakar nasional dan internasional dalam bidang arkeologi arkeologi, arkeologi maritim, konservasi artefak, dan ilmu kelautan.
Materi yang disampaikan mencakup pengantar proyek reuniting orphaned cargoes dan revisiting salvaged shipwreck dites, konservasi dan pengelolaan warisan budaya bawah air di Indonesia, teknik dasar konservasi artefak bawah air, pendekatan konservasi ekosistem laut dan situs kapal karam, analisis batimetri perairan Soasio dan Tongowai untuk wisata selam berbasis budaya dan sejarah.
Sementara di hari kedua, kegiatan dilaksanakan di Museum Sonyine Malige. Di hari kedua berfokus pada praktik konservasi dan dokumentasi artefak bawah air.
Peserta juga dilatih untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi artefak, pengukuran dan pendokumentasian artefak, teknik photogrammetry, serta pengkatalogan koleksi artefak.
Fokus pelatihan diarahkan pada koleksi 219 guci stoneware abad ke-16 hingga 17 Masehi, yang berasal dari perairan Tongowai dan diangkat pada tahun 1990-an.
Melalui kegiatan ini, Tidore diharapkan dapat memperkuat posisinya sebagai bagian penting dari sejarah bahari Nusantara, sekaligus membuka peluang pengembangan pariwisata bahari dan wisata budaya dan sejarah berbasis masyarakat, termasuk maritime heritage trail yang di dalamnya mencakup wisata selam kapal karam bersejarah, yang ke depan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah Tidore Kepulauan. (*)

 
											 
																	
															 
															 
															 
															 
							 
							 
							 
							 
								 
								 
								 
								 
								
Tinggalkan Balasan