Wawali menjelaskan, pemda melalui Bapelitbangda menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dalam rangka pencapaian target indikator sasaran yang ada di dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.
RKPD itu disusun berdasarkan tiga usulan, yakni hasil musrenbang kelurahan/desa, yang prosesnya naik ke tingkat kecamatan sampai tingkat kota.
Kedua, melalui Rencana Kerja (Renja) OPD kemudian yang ketiga adalah pokir DPRD.
“Di dalam pasal 78 dan 178 Permendagri 86 Tahun 2017, mengisyaratkan satu minggu sebelum dilakukan pelaksanaan M
musrenbang RKPD, DPRD sudah harus menyampaikan dokumen pokir ke kepala daerah melalui Bapelitbangda, penyerahan dokumen ini juga harus disampaikan secara tertulis yang ditandatangani oleh pimpinan DPRD,” terang dia.
Setelah Bapelitbangda, kemudian dibahas untuk disinkronkan dengan perencanaan tahun berkenaan, guna diselaraskan dengan tema pembangunan yang mengacu pada RPJMD Kota.
Pembahasan pokir DPRD ini, akan diverifikasi oleh Bappelitbangda. Jika pokir tersebut tidak sesuai dengan tema pembangunan, maka pokir itu tidak bisa diakomodir dalam dokumen perencanaan.
“Dalam ketentuan pokir yang diusulkan DPRD melalui aplikasi SIPD, nanti akan diproses oleh Bappelitbangda untuk diteruskan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Penetapan Plafon Sementara (KUA-PPAS),.maupun dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD),” paparnya.
Wawali bilang, DPRD tidak boleh mematok anggaran dalam mengusulkan program, apabila DPRD melakukan reses atau kunjungan kerja di konstituennya kemudian menemukan masalah seperti banjir atau rawan abrasi sehingga perlu diatasi, maka DPRD hanya sebatas menyampaikan permasalahan yang ditemui melalui aplikasi SIPD.