TERNATE, MALUT KAIDAH – Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Helmi Alhadar, komunikasi antara Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman dan Wakil Wali Kota, Jasri Usman sangat buruk.
“Buruknya komunikasi dan koordinasi Tauhid dan Jasri itu, berdampak pada hubungan yang tidak harmonis,” kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara itu.
Menurutnya, pasangan dengan akronim Tulus ini, sejak proses pencalonan lalu sudah kelihatan dipaksakan untuk dipaketkan.
“Awalnya Tauhid digandengkan dengan Nursia, hanya karena ada kondisi politik yang berubah, sehingga muncul kompromi antara Tauhid dan Jasri, di mana Tauhid sudah diusung Partai NasDem dan Jasri memiliki PKB,” jelasnya.
Ia menuturkan, Tauhid dan Jasri, merupakan pasangan yang paling terakhir dipaketkan dalam proses pencalonan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate ketika itu.
Sedangkan tiga pasangan lainnya, sudah sedari awal mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Dari awal memang sudah kelihatan Tauhid dan Jasri ini kesannya dipaksakan untuk berpasangan,” ujarnya.
Pemaksaan pasangan itu, baru terlihat sekarang. Keduanya tidak efektif membangun komunikasi, karena keduanya memiliki kepentingan masing-masing yang tidak dapat dikompromikan.
“Wawali yang diusung PKB dan sang Wali Kota diusung NasDem, tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda,” nila Helmi Alhadar.
Selain itu, lanjut dia, pasti ada kompromi politik Tauhid dan Jasri, ketika pertama kali pemaketan.
Kompromi itu, kemungkinan ada hubungannya dengan pembagian kekuasaan di birokrasi.
Jika kompromi-kompromi tersebut tidak terwujud, tentu akan menimbulkan masalah.
“Karena munculnya benturan kepentingan, lalu tidak ada kemampuan mengolah komunikasi, akhirnya melahirkan hubungan tidak cakap di permukaan publik,” terangnya.
Keluhan Jasri yang sudah terlanjur beredar luas ke publik, boleh jadi Tauhid akan mengabaikan harapan-harapan Jasri. Sementara, di sisi lain, Tauhid juga tidak memiliki kemampuan membangun komunikasi dan negosiasi yang baik.
Helmi menilai, ini cenderung menggunakan gaya komunikasi komando. Padahal, mestinya Tauhid sudah harus peka melihat situasi yang muncul di birokrasi.
Satu hal yang harus disadari Tauhid, kata Helmi, komunikasi adalah hal penting untuk membuat pemerintahan lebih terbuka dan responsif, termasuk juga kepada masyarakat.
“Konflik Tauhid dan Jasri ini sudah pasti berdampak pada roda pemerintahan di Pemkot Ternate. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, akan menimbulkan masalah besar,” ujarnya.
Apalagi, program 100 hari kerja juga kelihatannya tidak maksimal, seperti penanganan sampah dan air, kemudian ditambah lagi dengan masalah penanganan Covid-19.
Ketidakmampuan Tauhid dalam mengolah komunikasi yang baik, termasuk untuk merangkul Jasri, pastinya akan lebih membebani dan Tauhid justru akan mengalami kesulitan nanti.
Selain itu, sudah pasti kasus dugaan korupsi anggaran Hari Olahraga Nasional (Haornas), juga bakal mempengaruhi konsentrasi Tauhid.
“Kita semua berharap masalah yang muncul ini cepat selesai, karena ini menyangkut citra Wali Kota. Jasri juga harus lebih bijaksana mengedepankan kepentingan publik,” harapnya.
Kalau kisruh ini tidak selesai, kata dia, Tauhid akan alami kebangkrutan politik, karena tidak dewasa mencermati fenomena yang ada.
“Ini masalah ini sensitif yang pasti membuat pendukung per lahan-lahan meninggalkan Tauhid, karena buruknya komunikasi politik yang ia bangun,” katanya mengakhiri. *