TERNATE, KAIDAH MALUT – Pernyataan Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas Lingkungan Hidup soal aktivitas penimbunan di Kelurahan Fitu ilegal, dianggap keliru dan tidak mendasar oleh Kuasa lahan, Muhlis Adani.
Menurut Muhlis saat diwawancara, Selasa, 29 Maret 2022, lahan yang dikuasakan kepadanya itu tercatat legal milik perseorangan (pribadi) dan memiliki sertifikat tanah dari Badan Pertanahan.
Tuntutan masyarakat juga tidak mendasar. Pasalnya, lahan yang ditempati oleh beberapa KK di lokasi tersebut memiliki sertifikat kepemilikan. Padahal, penimbunan tanah yang dilakukan oleh pemilik lahan bertujuan memperjelas tapal batas. Jika dikatakan itu aktivitas ilegal oleh DLH, kata Muhlis, semestinya DLH mengecek langsung kepada pihak usaha material bukan ke pemilik lahan.
“Penimbunan ini kan saya beli tanah untuk timbun dilahan saya, jadi kalau mau di cek harus ke pemilik usaha bukan ke saya. Saya kan punya sertifikat kepemilikan, dan ini lahan saya. Saya timbun karena mau cari tahu saja sampai mana batas-batas ukuran lahan ini, supaya kalau kita mau jual nanti kita juga bisa tahu batas-batasnya. Disitu juga ada beberapa rumah warga juga sudah masuk dilahan kami, makanya kami lakukan timbun untuk tahu batas,” jelas Muhlis.
Muhlis bilang, ukuran lahan seluas 26.000 m³ tetapi hilang sekitar 3.000 m³. Meski begitu, Muhlis mengaku tidak mempersoalkan hal tersebut.
Muhlis menuding ada provokator dibalik aksi dan tuntutan warga tersebut. Sebab, sejak 2 tahun terakhir ini pemilik lahan sudah melakukan pendekatan secara kekelurgaan dan persuasif. Bahkan, pemilik lahan bersedia ganti rugi atas tanaman sayur kangkung milik warga dilahan tersebut. Tetapi, warga menolak dan meminta ganti rugi yang nilainya tidak sesuai.
“Dibawah itu (lokasi lahan,red) ada otak-otak yang memang targetnya, mereka bisa menanam dan dapatkan sebagian lahan, ataupun kalau ada ganti rugi itu mereka minta dengan nilai yang tidak masuk akal yang tidak bisa kami penuhi. Ini kan secara hukum mereka (warga,red) tidak ada hak, hanya kami lakukan dengan cara-cara persuasif kan,” bebernya.
Bahkan, lanjut dia, hal ini sudah pernah dilaporkan ke pihak kepolisian. Lantaran, sambung Muhlis, langkah-langkah secara kekelurgaan sudah tidak bisa dilakukan. Sementara jumlah warga yang menempati lahan tersebut ada 30 KK.
“Saya bilang hal ini ada upaya untuk memeras torang (kami,red), dan ada yang memprovokasi,” tandasnya.*