Jumat, 18 April 2025

DPRD Kota Ternate Sebut SK Pelantikan Kepsek Cacat Hukum

Wakil Ketua DPRD Kota Ternate, Heny Sutan Muda (kiri) dan Kadisdik, Dr. Muslim Gani (kanan) | Foto : Istimewa/Kaidah Malut

TERNATE, KAIDAH MALUT – Pelantikan puluhan Kepala Sekolah Paud dan tingkat Sekolah Dasar (SD) di Kota Ternate pada, Jumat, 18 Februari 2022 lalu, menuai protes dari DPRD Kota Ternate.

Dalam pelantikan tersebut tercatat ada 2 Kepala Sekolah dari sekolah penggerak yang dicopot. Hal itu dinilai oleh DPRD sebagai cacat hukum dan administrasi.

Pengangkatan Kepala Sekolah pada sekolah penggerak ada kesepakatan antara Kemendikbud dan Pemerintah daerah (Pemda). Dimana para Kepala Sekolah penggerak tidak bisa dinonjob dalam kurun waktu 3-4 tahun, sebab pada periode waktu ini mereka dalam proses penyesuaian dan implementasi program.

Olehnya itu, untuk menjalankan program sekolah penggerak di Kota Ternate, tentu sudah ada kesepakatan. Sehingga Wali Kota tidak bisa memberhentikan atau menonjobkan mereka sebelum kurun waktu yang ditentukan. Karena pencopotan tersebut ada konsekuensinya.

Ketentuan lainnya, yakni seorang Kepala Sekolah harus memiliki gelar akademik S1 dan bukan bergelar D2, sebagaimana yang diangkat dan tertera dalam SK saat pelantikan.

Wakil Ketua DPRD Kota Ternate, Heny Sutan Muda menegaskan, pengangkatan Kepala Sekolah oleh Pemerintah Kota ( Pemkot) Ternate, beberapa waktu lalu dianggap cacat hukum dan inprosedural.

“Salah satu Kepala Sekolah yang dimutasi menjadi Kepala Sekolah penggerak SD Negeri 27 itu, harus bergelar S1 tetapi di SK untuk jenjang pendidikan yaitu D2. Padahal syarat untuk menjadi Kepala Sekolah penggerak itu harus S1, dan sebelumnya pernah menjadi Kepala Sekolah di sekolah penggerak, tapi yang dilantik justru tidak memenuhi syarat,” kata Heny, Senin, 21 Februari 2022.

Menurutnya, jika ada pemberhentian Kepala Sekolah pada sekolah penggerak yang bersangkutan dipromosikan ke sekolah penggerak yang sama. Atau sekalipun jika yang bersangkutan pernah mempunyai masalah hukum atau mengundurkan diri, tetapi dari 3 syarat itu tidak terbukti sebagai alasan pergantian.

“Kata mereka itu berdasarkan evaluasi dari Pemkot, ketika kami meminta hasil evalusi mereka tidak mampu sampaikan,” cetus Heny.

“Bagi kami ini adalah sesuatu yang membuat Pemkot tidak hati-hati dalam menempatkan orang ini. Dalam kajian hukumnya kami juga manyayangkan hal ini untuk Pemkot,” sambungnya.

Heny bilang, pihaknya tidak sependapat dengan semua penjelasan dari Kepala BKPSDM dan Kepala Disdik. Olehnya itu, DPRD meminta Wali Kota untuk meninjau kembali SK atau melakukan evaluasi soal keputusan pengangkatan dan pemberhentian tersebut.

“Dari hasil rapat itu, Pemkot kekeh mempertahankan isi surat keputusan tersebut. Namun ini harus ditinjau kembali. Dan tadi teman-teman juga mengatakan bila apa yang menjadi keputusan DPRD, maka akan dibentuk Pansus,” bebernya.

“Kita tidak melihat ada kepentingan politik di dalam. Tapi kita menyelamatkan mutu pendidikan yang ada di kota Ternate saat ini. Sayang kalau orang yang tidak punya kompetensi, lalu dilantik menjabat Kepala sekolah dan ditempatkan ditempat seperti ini bagaimana mutu pendidikan kedepan nanti,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Ternate, Dr. Mualim Gani menjelaskan, bahwa sekolah penggerak itu mempunyai periode, yakni dalam satu periode lamanya empat tahun.

Namun, dalam pasal 10 Kemendikbud Ristek Nomor 40 Tahun 2021 menyebutkan, jika evaluasi kinerja yang dilakukan minimal mendapatkan nilai yang baik. Jika nilainya dibawah ketentuan, maka Kepala Sekolah segera diganti dan tidak dimutasikan ke sekolah lain, tetapi diberhentikan sebagai Kepala Sekolah sekaligus guru penggerak.

Kata dia, memang ada nota kesepakatan bahwa Kepala Sekolah untuk sekolah penggerak itu tidak bisa digantikan dalam waktu satu periode. Tetapi dalam Kemendikbud Ristek Nomor 40 Tahun 2021, tentang guru yang diberikan tugas tambahan sebagai Kepala sekolah. Jika evaluasi kerjanya dalam satu tahun, nilainya harus baik (B), apabila dibawah B, maka Kepala Sekolah harus digantikan.

“Dan Kepala sekolah yang digantikan itu jadi guru pengajar,” tandas Muslim.*