TERNATE, KAIDAH MALUT – Dalili salah satu Pengacara di Jakarta Selatan menyatakan, menolak Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 2022, tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional yang terhitung mulai 01 Maret 2022.
Berdasarkan INPRES tersebut, menyebutkan syarat jual beli tanah harus menggunakan kartu BPJS Kesehatan. INPRES ini juga ditandaklanjuti melalui surat Nomor HR.02/164-400/II/2022 Direktorat Jendral Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementrian ATR/BPN Tertanggal 16 Februari 2022.
Dengan begitu, para pemohon peralihan hak atas tanah karena jual beli ke Badan Pertanahan harus peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
Menurut Dalili, INPRES tersebut merupakan kebijakan yang sangat irasional dan nanti akan mempersulit, secara administrasi para warga yang akan mengurus akta jual beli.
Alumni S2 Hukum Universitas Nasional Jakarta ini juga menyatakan, bahwa Pemerintah wajib memberikan rasa aman dan nyaman serta tidak mempersulit warga negaranya, dalam setiap pengursan administrasi untuk memperoleh haknya. Pemerintah juga wajib melindungi dan mempermudah rakyatnya dalam setiap pengurusan.
“Bukan malah membuat aturan yang kesannya nanti justru akan mempersulit warga untuk mengurs AJB,” ucapnya.
Lanjut dia, Persoalan BPJS dan AJB itu merupakan dua hal yang sangat berbeda jauh dan tidak memiliki korelasi sama sekali, meskipun keduanya adalah hak dasar setiap orang yang harus di jamin oleh negara melalui kebijakan Pemerintah, namun tidak boleh dipaksakan untuk mengintegrasi dua hal yang berbeda, lalu dijadikan satu peraturan sebagai persyaratan.
Lyckhen sapaan akrab mantan Sekretaris Jendral Gerakan Mahasiswa Penyambung Apirasi Rakyat ini, menyebutkan bahwa dalam INPRES tersebut tak hanya diwajibkan dalam jual beli tanah, bahkan dalam pengurusan administrasi, seperti SIM, STNK, SKCK, naik haji dan umrah, serta pelayanan publik lainnya harus peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.
“Tentunya INPRES tersebut seakan memaksakan kehendak penguasa. Toh kalaupun tetap dipaksakan bahwa semua pengurusan hal-hal diatas harus peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional, maka semuanya harus digratiskan tanpa ada klasifikasi kategori satu, dua, tiga artinya para peserta BPJS tersebut tidak lagi membayar iuran setiap bulan lagi, serta pembinaan pelayanan dan fasilitas harus disediakan sebagus mungkin, karena sekarang saja pelayanan peserta BPJS pada intansi kesehatan belum sepenuhnya maksimal dilaksanakan,” cetusnya.
Olehnya itu, ia berharap Dewan Perwakilan Rakyat mulai dari yang berkedudukan di Senayan hingga di daerah juga harus angkat bicara dan memprotes, serta menolak secara tegas apabila INPRES tersebut bertentangan dengan kehendak rakyat khalayak, sebab lembaga DPR lah yang sangat punya kekuasaan penuh untuk mengontrol kebijakan dari Pemerintah, baik kebijakan dari Presiden maupun para menterinya.
“Kok akhir-akhir ini sektor kesehatan seakan sudah menjadi prasyarat utama dalam pengurusan administrasi, dulu vaksin menjadi syarat, sekarang ditambah lagi peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijadikan persyaratan. Yang seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam mengeluarkan aturan adalah asas Salus Populi Suprema lex, yaitu keselamatan rakyat menjadi hukum yang tertinggi,” tandasnya.*