SOFIFI, KAIDAH MALUT – Soal DOB Kota Sofifi, Wakil Gubernur (Wagub) Maluku Utara (Malut), Al Yasin Ali enggan berkomentar lebih, karena setiap kali ia berbicara soal Sofifi, selalu ada perdebatan antara Sultan Tidore dan Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan (Tikep).

Kata Wagub, pada prinsipnya, karena ini adalah Undang-undang, maka sebagai Pemerintah Provinsi (Pemprov) harus mendukung.

“Artinya kekurangan-kekurangan apa saja kita lengkapi, katong dukung undang-undang. Kita harus ikuti apa yang ada pada UU 46 tahun 1999 Pasal 9 Ayat , di situ sudah jelas,” kata Wagub saat ditemui usai mengahadiri roadshow sosialisasi empat pilar kebangsaan di Ternate, Sabtu, 23 Oktober 2021 kemarin.

Ia mengaku, sejauh ini koordinasi dengan Pemkot Tikep memang belum terlalu gencar, lantaran dukungan dari masyarakat yang lebih terpenting.

“Makanya saya dengar Sultan Tidore dan Wawali Tikep bilang, Wakil Gubernur jangan campur urusanku, padahal kita juga mau luruskan undang-undang ini,” ujarnya.

Menurut orang nomor 2 di Pemprov Malut ini, DOB Sofifi merupakan kepentingan semua masyarakat Maluku Utara.

“Di mana-mana yang namanya pemekaran, kalau belum penetapan DOB, tapi ibukota di dalam Kabupaten kota itu. Tapi kitorang ini tapisah dengan laut. Makanya saya bilang ke Pak Gubernur, ini kitorang harus bangun habis-habisan,” tambahnya.

Wagub menegaskan, Pemprov Malut akan serius dan melakukan semaksimal mungkin, baik dari pembangunan sumber daya manusia maupun infrastruktur di Kota Sofifi, sehingga Sofifi layak jadi ibukota Provinsi Maluku Utara.

“Yang pasti Pemprov tetap mendorong DOB Sofifi. Tinggal dari masyarakat, dan para akademisi yang mempertanyakan UU pertanahan,” sambung Wagub.

Jika Pemkot Tikep menolak DOB Sofifi, sudah pasti langkah Pemprov Malut, tetap maju, dan tidak akan berhenti.

“Kami tidak akan berhenti, meski Pemkot Tikep menolak, karena ini undang-undang berbeda dengan DIY Jogjakarta, karena mereka daerah istimewa sedangkan kita di sini kan tidak,” ujarnya.

Bahkan, ia sendiri mengaku sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri waktu berkunjung ke Sofifi, namun karena Covid-19 sehingga masih terhambat.

“Saya komunikasi dengan Pak Mendagri waktu beliau ke Sofifi, dan kata Menteri saat ini sudah ada 127 Kabupaten/Kota dan 8 Provinsi yang masih ditahan Pak Presiden Joko Widodo, karena adanya Covid-19. Kalau Covid-19 sudah tidak ada lagi, mungkin moratorium akan dicabut, dan Insya Allah Sofifi jadi ibukota tetap,” tandasnya.*