MOROTAI, MALUT KAIDAH – Ketua PKK Kabupaten Pulau Morotai, Sherly Tjonda, mengatakan model sosialisasi untuk pencegahan dini, tindak pemerkosaan terhadap perempuan dan anak di Morotai harus diubah. Dibutuhkan model pencegahan dini yang kolaboratif dan melibatkan semua pihak.
“Model sosialiasi harus diubah. Kita butuh pendekatan sosial yang lebih persuasif. Kita tidak butuh pemaparan materi yang ribet. Sederhana tapi si anak bisa paham, agar setiap anak bisa mendeteksi dini ancaman kekerasan seksual terhadap mereka,” kata Sherly saat bersama Pegiat dan Pemerhati Perempuan dan Anak di Guest House, Morotai, Ahad, 29 Agustus 2021.
Berdasarkan Data Dinas Sosial Perempuan dan Anak Kabupaten Pulau Morotai, di bulan Januari hingga Agustus 2021, telah terjadi dua kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
Oleh karena itu, Sherly Tjonda mengajak Dinas Sosial Peremuan dan Anak, Ketua P2TP2A, LBH Perempuan dan Anak, Pusat Studi Gender, Fatayat dan elemen perempuan anak untuk bisa duduk bersama memformulasikan model pencegahan untuk melindungi anak dan perempuan d kabupaten itu.
Menurutnya, ini dibutuhkan model dengan output yang terukur, dan memberikan efek jera bagi pelaku dan rasa takut bagi calon pelaku.
“Bukan hanya efek jera. Tapi kita harus pikirkan bagaimana sanksi sosial yang harus dibebankan secara paksa kepada pelaku dan calon pelaku. Jadi, nantinya siapa yang berbuat dia takut. Jadi sanksi sosial itu dibentuk dari model pencegahan yang kita terapkan,” jelas Sherly.
Sherly juga menjelaskan, pencegahan kekerasan seksual itu, membutuhkan keterlibatan semua pihak dengan ketulusan hati. Modelnya bisa dimulai dengan memaksimalkan kader PKK di seluruh desa.
“Karena kader PKK di desa itu tahu kondisi sosial di sekitar tempat tinggalnya. Mereka perempuan. Kita boboti mereka untuk sosialisasi deteksi dini kekerasan seksual, juga pencegahan pernikahan dini. Pendekatannya, pakai hati yang tulus,” jelasnya.
Sherly mengatakan, perempuan harus dicerdaskan. Sehingga dengan pengetahuan yang cukup, perempuan dapat memproteksi dirinya dari ancaman kekerasan seksual dan pernikahan dini.
“Intinya kita harus begerak. Tidak bisa berharap cara-cara lama yang hanya sebatas formalitas saja,” tandasnya.*