“Karena kalau hanya cengkeh dan pala itu artinya bahan baku, jadi harus tentukan dulu produknya apa. Apakah kopi dabe, kopi rempah, sirup pala atau manisan pala. Jadi harus jelas apa yang dipromosikan,” ujarnya.
Selain produk, Pemerintah Kota Ternate juga harus memastikan ketersediaan bahan baku dan produknya. Sehingga, ketika ada permintaan stok, Ternate sudah siap ekspor.
“Kita juga harus pastikan apakah stok kita mampu tidak, untuk memenuhi permintaan Belanda dan Portugal? Karena berbicara kerja sama itu kita harus siap dengan strategi marketing dan kualitas produk kita. Bukan hanya sekadar kerja sama lantas tidak jalan,” cercanya.
Lulusan S3 Universitas Bramawijaya itu pula mempertanyakan, apakah negara yang didatangi Wali Kota Ternate itu tertarik dengan produk dari Ternate atau tidak. Kemudian, apakah produk UMKM yang ditawarkan bisa diterima di negara tujuan atau tidak.
Ia meminta, Wali Kota bisa menjelaskan maksud dan tujuan dari kunjungan kerja ke dua negara di benua eropa itu.
“Mereka harus bisa mempertanggungjawabkan tujuan ke Belanda dan Portugal. Karena masyarakat juga perlu tahu, apalagi mereka ke luar negeri menggunakan SPPD yang tidak sedikit,” ujarnya.
Ia bahkan mencontohkan, Kedutaan Besar Spanyol yang rela datang ke Tidore Kepulauan demi bisa bekerjasama.
“Pak Wali sendiri harusnya sudah bisa memperhitungkan ini. Apakah ini bermanfaat ke masyarakat atau tidak. Karena jangan sampai ke Belanda dan Portugal hanya jalan-jalan saja. Jadi harus dipertanggungjawabkan itu nanti setelah balik,” tegasnya. (*)