TERNATE, KAIDAH MALUT – Penyakit sosial atau masyarakat merupakan sebuah fenomena sosial yang selalu aktual diperbincangkan, karena selalu ada di tengah-tengah kehidupan kita.

Meski masalah tersebut sangat kompleks karena sudah dilarang pun, tetapi selalu terjadi berulang kali. Bahkan, permasalahan tersebut tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan geliat pembangunan.

Dimana para orang tua sibuk dengan kehidupan ekonominya, sehingga apatis dengan anak-anaknya.

Hal inilah yang menjadi sorotan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Maluku Utara, Saiful Bahry.

Menurut Dosen Universitas Muhammadiyah (UMMU) Ternate ini, pemerintah dan masyarakat bisa sejalan dalam memberantas penyakit sosial. Perlu adanya kolaborasi untuk menekan atau menanggulangi permasalahan ini, apalagi yang menjadi korban kebanyakan anak-anak dibawah umur dan remaja.

Ia bilang, penyuluhan atau sosialisasi di tingkat kelurahan dan sekolah-sekolah, sangat penting dilakukan, pasalnya dalam masalah ini penanganan bersama stakeholder menjadi utama.

“Kita bisa mengundang pihak instansi terkait misalnya, Dinas Sosial, DP3A, HIMPSI, Ulama, akademisi psikologi, sosiologi, Satpol PP, aparat kepolisian, TNI dan pihak terkait lainnya untuk sama-sama merumuskan penanganan yang solutif, dan juga humanis kepada mereka yang terjebak ke dalam penyakit sosial tersebut, apalagi anak-anak yang terjebak dalam kasus terebut masih duduk di bangku sekolah atau pada usia remaja,” kata Saiful saat diwawancara, Jumat, 07 Oktober 2022.

Kasus-kasus seperti ini, tentunya bukan saja menjadi sorotan psikolog tetapi secara garis besar ini menjadi tanggung jawab bersama.

Selaku Pakar Sosiologi, Herman Oresman juga turut prihatin, dengan tingkah laku remaja di Kota Ternate saat ini.

Menurut Abang Her sapaan akrabnya itu, mengatakan respon cepat Satpol PP Kota Ternate sangat baik. Masyarakat juga harus bekerjasama dalam memberantas penyakit sosial yang terjadi di sekitarnya.

Para remaja dengan jenis kelamin yang berbeda bisa menyewa penginapan atau hotel, dan melakukan hal-hal menyimpang bahkan diduga kumpul kebo, justru sangat meresahkan masyarakat.

“Ini tentu sangat miris, nasib remaja Kota Ternate dalam beberapa waktu belakangan ini, selalu menjadi pemberitaan di media tentang perilaku remaja di Kota Ternate begitu marak, yang lebih didominasi perilaku tak biasanya dalam tradisi masyarakat Kota Ternate,” urainya

Kesimpulannya, apa yang dipertontonkan sebagian remaja ini dengan pola laku menyimpang bukanlah hal baru di kota ini.

Ini lantaran, sebelumnya masyarakat Kota Ternate sudah disuguhi perilaku remaja yang tak pantas dilakukan untuk seusia mereka. Anehnya, semua perilaku buruk itu dilakukan di hotel atau penginapan. Mirisnya, ini terus terjadi berulang-ulang kali dan tidak ada efek jera yang diberikan, sehingga terkesan sangat restitutif dan longgar.

Secara sosiologis, ada yang tak beres dalam relasi sosial kita selama ini di masyarakat. Pola pembinaan pada level keluarga pun mengalami kerapuhan yang diimbangi, dengan struktur sosial yang juga mengalami keretakan.

“Perhatikan bagaimana interaksi kita di sosial media, caci maki merupakan hal biasa dilakukan. Lalu dalam dunia realitas kita, kekerasan, konflik kepentingan, dan kekerasan seksual kerap terjadi dan tanpa penyelesaian. Semua ini memberi konteks dan menabalkan kehidupan remaja kita saat ini,” ujarnya.

Bila dicermati dalam mikrososiologi, ini dikenal dengan teori interaksi untuk menjelaskan penyimpangan ini. Salah satunya teori asosiasi diferensial, dicetuskan Edwin Sutherland, teori ini bersumber pada pergaulan yang berbeda, dimana penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (Cultural Transmission).

Melalui proses belajar inilah, kata dia, seseeorang mempelajari suatu deviant subculture atau suatu sub kebudayaan menyimpang, seperti kumpul kebo, mabuk, isap sabu, dan ini merupakan contoh indikatifnya.

Menurutnya, persoalan remaja ini tentu tak harus diselesaikan secara struktural semata, seperti ditangkap, dibina, lalu dibiarkan lagi, tanpa dianalisis secara serius apa dan bagaimana akar masalah ini dihentikan. Sebab, akar persoalan secara sosial budaya juga harus dicermati secara jeli.

“Karena ini berkaitan dengan dimensi penting bagi kelangsungan masa depan generasi, maka keterlibatan semua pihak penting dilakukan. Termasuk pemilik hotel atau penginapan perlu diberikan sanksi pencabutan ijin operasional, agar memberi dampak bagi remaja yang menggunakannya secara tidak proporsional,” tegasnya.

Hal yang paling penting dan mendasar adalah penguatan nilai-nilai moral dan agama di tingkat keluarga, adalah sesuatu yang mendesak untuk didorong, termasuk memberikan efek jera jangka panjang bagi remaja tersebut.(*)