TERNATE, KAIDAH MALUT – Tim seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota dan Provinsi Maluku Utara, diminta lebih selektif dan profesional dalam penentuan nama-nama yang lolos ke 10 besar nanti. Hal itu disampaikan oleh Praktisi hukum Abdul Kadir Bubu.
Menurut Abdul, Timsel harus selektif dan profesional dalam menentukan komisioner baik kabupaten/kota, maupun provinsi. Timsel sudah harus bersikap, dan tidak memilih orang-orang yang miskin kompetensi.
Ironisnya, Timsel zona II, justru meloloskan tiga nama calon yang pernah dijatuhi sanksi oleh DKPP. Mereka adalah petahana KPU Pulau Morotai di antaranya Amina Failisa, Faisal Aba, dan Arfandi Iskandar Alam. Sementara satu calon Iswan Muhammad gugur di tengah jalan.
Deretan nama petahana ini, pernah dijatuhi putusan dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara Nomor 64-PKE-DKPP/IV/2023 oleh Ketua majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, pada Senin, 03 Juli 2023 lalu.
“Saya peringatkan kepada teman-teman Timsel yang saat ini sedang melakukan seleksi KPU, agar jangan memilih orang yang miskin kompetensi, karena jika itu terjadi, maka yang salah adalah Timsel juga,” tegas Abdul saat diwawancarai, Jumat, 15 Maret 2024 malam.
Di tahapan wawancara dan kesehatan, Timsel diharapkan bisa lebih peka dengan rekam jejak tiga calon peserta tersebut, sehingga Timsel bisa menetapkan norma dan etik sebagaimana mestinya. Tahapan ini pula menjadi kuasa Timsel, untuk itu harus benar-benar mempertimbangkan riwayat peserta.
Ia bilang, nama calon anggota yang pernah tersandung masalah sampai di DKPP pastinya sudah diketahui oleh Timsel. Sebab, sambung dia, komposisi Timsel saat ini, ada keterwakilan dari praktisi pemilu dan rektor.
Bahkan ada juga yang dulunya berkomentar banyak tentang penyelenggara pemilu, sehingga sudah tentu mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi.
“Untuk Timsel Provinsi itu ada dua Rektor di sana, yakni Unkhair dan Unutara, sehingga marwah dua kampus ini juga ikut dipertaruhkan. Olehnya itu, kita berharap agar komisioner yang terpilih kali ini, itu Timsel tidak hanya sebatas menafsirkan norma, kemudian mengabaikan suara rakyat sebagaimana yang terjadi di Ternate,” tukasnya. (*)