“Menyedihkan. Proses pencaplokan lahan-lahan warga itu dengan cara kekerasan dan intimidasi. Bahkan sebagian warga yang menolakpenggusuran lahan mereka, justru berhadapan dengan tindakan represif aparat negara dan perusahaan,” tulis Jatam dalam rilisnya.
Hampir seluruh sumber air warga Kawasi telah tercemar, akibat sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan.
Warga, yang sebelum tambang masuk dan beroperasi bisa mendapatkan air secara gratis, kini harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan air bersih.
“Sebagian warga yang secara ekonomi kekurangan, terpaksa tetap bergantung pada sumber air yang telah tercemar,” tulis Jatam.
Air Cermin dan Sungai Loji, yang sebelumnya sebagai sumber air bersih, kini telah lenyap pasca perusahaan membongkar sebagian besar kawasan hutan di daratan hingga pesisir.
Sementara Sungai Ake Lamo, sungai terbesar di Pulau Obi, perusahaan tambang telah membongkar kawasan hulunya.
Bukit-bukit yang menjadi daerah aliran dan badan sungai telah hancur, menyebabkan sungai ini dalam kondisi tercemar dan rusak.
Pihak perusahaan juga merusak ruang laut tempat nelayan mencari ikan di Pulau Obi. Limbah-limbah mereka buang ke sungai-sungai dan mengalir ke laut, menyebabkan pesisir dan laut berubah warna menjadi keruh-kecoklatan.
“Pipa-pipa pembuangan limbah dari aktivitas eksplorasi perusahaan, diduga mengarah ke laut, menyebabkan ekosistem dan ikan-ikan rentan tercemar logam berat,” kata Jatam. (*)