“Ini menjadi pengingat agar kita lebih dini menyiapkan ikhtiar, dalam rangka menyusun langkah-langkah bersama menghadapi potensi praktek politisasi SARA, pada Pemilu 2024,” tegasnya.
Maraknya politisasi SARA menjadi perhatian utama dalam konteks perpolitikan saat ini. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari peran tiga aktor kunci, yang terlibat di antaranya peserta pemilu, tim kampanye, dan simpatisan.
Olehnya itu, para pihak tersebut harus mampu menjamin keberlangsungan Pemilu Bermartabat, dengan mengaplikasikan praktek kampanye yang santun dan mencerahkan pemilih.
“Tentu mesti di mulai dari kesadaran peserta pemilu, tim kampanye dan simpatisan yang konsisten menjaga tradisi politik yang santun, tidak saling menghina dan memakai cara-cara tak bermartabat untuk meraih suara pemilih,” pungkas Srikandi Demokrasi asal Weda ini.
Terpisah, Anggota Bawaslu Malut Bidang Diivisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Rusly Saraha menambahkan, mengenai upaya menanggulangi politisasi SARA yang semakin mengkhawatirkan, membutuhkan adanya kolaborasi antara berbagai pihak untuk membuat bank data tentang kasus-kasus politisasi SARA, berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya.
Ini, lanjut dia, termasuk pengumpulan data mengenai pola kejadian, pelaku, dan tempat kejadian.
“Data ini menjadi pedoman dalam menyusun langkah preventif, yang tepat sasaran dan efektif,” tambah mantan Anggota Bawaslu Kota Ternate ini.
Rusly menyatakan, Bawaslu Provinsi Maluku Utara akan terus membangun langkah-langkah kolaboratif dan sinergis lintas stakeholder untuk mencegah kampanye, provokasi, dan mobilisasi SARA di ruang publik maupun media sosial.
Langkah ini tentu melibatkan perangkat hukum dan teknologi yang kuat, untuk mengawasi dan mencegah penyebaran informasi yang berpotensi merusak.
“Selain itu, diperlukan juga kerja sama dengan aparat penegak hukum dan keamanan, serta pelaksanaan patroli pengawasan siber yang intensif, untuk mencegah potensi dan embrio politisasi SARA di dunia maya,” tandasnya. (*)